Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan terhadap tiga tersangka suap terkait penanganan perkara penyalahgunaan izin tinggal di lingkungan Kantor Imigrasi Nusa Tenggara Barat (NTB) Tahun 2019.Perpanjangan penahanan selama 40 hari ini masih perlu kami lakukan dalam tahap penyidikan berarti terhitung sejak 17 Juni sampai 26 Juli 2019 karena ada beberapa saksi, beberapa bukti-bukti yang perlu kami dalami lebih lanjut dalam proses penyidikan
"Hari ini, juga dilakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari ke depan mulai 17 Juni sampai 26 Juli 2019 untuk tiga tersangka dalam kasus suap terkait dengan proses hukum izin penyalahgunaan izin tinggal di kantor Imigrasi NTB," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Tiga tersangka itu, yakni Kepala Kantor Imigrasi Klas I Mataram Kurniadie (KUR), Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Klas I Mataram Yusriansyah Fazrin (YRI), dan Direkur PT Wisata Bahagia atau pengelola Wyndham Sundancer Lombok Liliana Hidayat (LIL).
"Perpanjangan penahanan selama 40 hari ini masih perlu kami lakukan dalam tahap penyidikan berarti terhitung sejak 17 Juni sampai 26 Juli 2019 karena ada beberapa saksi, beberapa bukti-bukti yang perlu kami dalami lebih lanjut dalam proses penyidikan ini," ucap Febri.
Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa PPNS di Kantor Imigrasi Klas I Mataram mengamankan dua WNA dengan inisial BGW dan MK yang diduga menyalahgunakan izin tinggal.
Mereka diduga masuk menggunakan visa sebagai turis biasa, tetapi ternyata diduga bekerja di Wyndham Sundancer Lombok. PPNS lmigrasi setempat menduga dua WNA ini melanggar Pasal 122 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Merespons penangkapan tersebut, Liliana perwakilan Manajemen Wyndham Sundancer Lombok diduga mencoba mencari cara melakukan negosiasi dengan PPNS Kantor lmigrasi Klas I Mataram agar proses hukum dua WNA tersebut tidak berlanjut.
Kantor Imigrasi Klas I Mataram telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) untuk dua WNA tersebut tanggal 22 Mei 2019. Yusriansyah kemudian menghubungi Liliana untuk mengambil SPDP tersebut.
Permintaan pengambilan SPDP itu diduga sebagai kode untuk menaikan harga untuk menghentikan kasus.
Liliana kemudian menawarkan uang sebesar Rp300 juta untuk menghentikan kasus tarsebut, namun Yusriansyah menolak karena jumlahnya sedikit. Dalam proses komunikasi terkait biaya mengurus perkara tersebut Yusriansyah berkoordinasi dengan atasannya Kurnidie.
Selanjutnya, diduga terjadi pertemuan antara Yusriansyah dan Liliana untuk kembali membahas negosiasi harga.
Dalam OTT itu, KPK mengungkap modus baru yang digunakan Yusriansyah, Liliana, dan Kurniadie dalam negosiasi uang suap, yaitu menuliskan tawaran Liliana di atas kertas dengan kode tertentu tanpa berbicara dan kemudian Yusriansyah melaporkan pada Kurniadie untuk mendapat arahan atau persetujuan.
Akhirnya disepakati jummlah uang untuk mengurus perkara dua WNA tersebut adalah Rp1,2 miliar.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019