Imigrasi Mataram: kami akan bersikap kooperatif

17 Juni 2019 17:29 WIB
Imigrasi Mataram: kami akan bersikap kooperatif
Sejumlah pegawai Kantor Imigrasi Kelas I Mataram ketika menunggu proses pemeriksaan penyidik KPK di Gedung Ditreskrimsus Polda NTB, Senin (17/6/2019) (ANTARA/Dhimas BP)
Pelaksana Harian Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, Nusa Tenggara Barat, Armand Armada Yoga Surya, menyatakan pihaknya akan bersikap kooperatif dalam proses penyidikan kasus suap Rp1,2 miliar yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Insya Allah kami selalu siap," kata Armand Armada Yoga Surya saat dikonfirmasi terkait pemeriksaan saksi dari pegawai Kantor Imigrasi Kelas I Mataram di Mapolda NTB, Senin.

Dijelaskan bahwa ada sekitar lima pegawainya yang menjalani pemeriksaan penyidik KPK di ruang rapat lantai dua Gedung Ditreskrimsus Polda NTB tersebut.

Dari lima orang tersebut terdapat Kepala Subseksi (Kasubsi) Pengawas dan Penindakan Imigrasi (Wasdakim) Kelas I Mataram, dan Ajudan Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram.

"Jadi, dari pagi itu mungkin ada empat orang ditambah satu lagi yang  menyusul sore," ujarnya.

Baca juga: KPK periksa tujuh orang yang ditangkap di NTB

Terkait dengan kehadiran pegawainya dalam pemeriksaan penyidik KPK, pihaknya mengetahui hal tersebut. Untuk berkas yang dibawa dalam pemeriksaannya, hanya ada daftar kunjungan untuk Kepala Kantor Imigrasi saja.

"Kalau saya perhatikan mereka tidak ada lagi bawa dokumen lain, jadi hanya pemeriksaan saja," ucapnya.

Armand mengungkapkan bahwa proses pemeriksaan masih akan dilanjutkan Selasa (18/6). Namun terkait dengan agenda dan siapa saja yang akan menjalani pemeriksaan tersebut, ia mengaku belum mengetahuinya.

"Besok (Selasa) itu rencananya ada, tapi soal apa dan siapa itu saya kurang paham," ucapnya.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Kurniadie, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram sebagai tersangka penerima suap Rp1,2 miliar, bersama Yusriansyah, Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Mataram.

Kemudian, dari pihak pemberi, KPK telah menetapkan Liliana, Direkur PT Wisata Bahagia, pengelola Wyndham Sundancer Lombok Resort

Suap yang diberikan Liliana ini diduga untuk menghentikan proses hukum BGW dan MK, dua warga negara asing yang diduga hanya memiliki izin tinggal sebagai turis, namun bekerja di Wyndham Sundancer Lombok Resort.

Peran ketiga tersangka ditetapkan KPK berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan dalam kurun waktu satu kali 24 jam usai tertangkap tangan di NTB.

Dari gelar perkaranya, Kurniadie bersama Yusriansyah diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: Gubernur NTB prihatin pejabat imigrasi Mataram OTT KPK

Khusus untuk Kurniadie, KPK menambahkan Pasal 9 atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan untuk Liliana, KPK menerapkan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Lebih lanjut, dalam perkembangan kasusnya, KPK telah melakukan perpanjangan masa penahanan selama 40 hari ke depan untuk ketiga tersangka, terhitung sejak 17 Juni hingga 26 Juli 2019.

Baca juga: Tiga pejabat Imigrasi Mataram terjaring OTT KPK
 

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019