"Apalagi untuk kasus Indonesia, tidak mungkin target capaian EBT 23 persen pada 2025 bisa dicapai tanpa kontribusi PLTN. Tanpa PLTN ketahanan dan kedaulatan energi juga tidak bisa dijamin," kata Kepala LIPI Laksana Tri Handoko saat dihubungi Antara, Jakarta, Senin.
Dia mengatakan jika tanpa pemanfaatan dan pengembangan PLTN, maka lebih jauh akan berpotensi melemahkan daya saing Indonesia di kancah global karena biaya energi yang terlalu besar, atau malah tidak adanya jaminan pasokan energi yang memadai bagi industri.
Handoko menuturkan masalah yang menghambat adalah aspek sosial dan politik untuk merealisasikan PLTN pertama.
"Karena tanpa memiliki PLTN negara sebesar Indonesia tidak akan mungkin memenuhi sumber energinya. Apalagi beberapa negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia, sudah memutuskan untuk mendirikan PLTN. Sehari-hari kita juga telah bersentuhan dengan nuklir.
Menurut Handoko, untuk saat ini, aspek legal, teknologi dan ekonomi dari PLTN hampir tidak ada masalah, sehingga hanya tergantung pada keputusan politik saja untuk mengimplementasikan PLTN.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan adanya capaian bauran energi baik di transportasi maupun kelistrikan sampai dengan 23 persen pada 2025, kata Menteri ESDM Ignasius Jonan.
"Saat ini sudah 12 hingga 13 persen untuk kelistrikan. Tapi, kalau nasional untuk transportasi mungkin masih kurang. Saya kira masih 10 hingga 11 persen," ujarnya, usai memberi kuliah umum bertema "Energi Berkeadilan untuk Kesejahteraan Rakyat, Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Berkelanjutan" di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur pada 12 April 2018.
Baca juga: Nasir: PLTN masih opsi terakhir hasilkan energi listrik
Baca juga: Menristekdikti: PLTN masih mendapatkan penolakan besar masyarakat
Baca juga: Menristekdikti tegaskan teknologi dan SDM Indonesia siap untuk PLTN
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019