Ketika mudik udara tak lagi jadi pilihan

18 Juni 2019 00:19 WIB
Ketika mudik udara tak lagi jadi pilihan
Pemudik menaiki pesawat di Bandara Internasional Minangkabau di Padang Pariaman pada arus mudik 2019. (Antara Sumbar/Ikhwan Wahyudi)

Bayangkan saja, kalau tahun lalu saya pesan tiket enam bulan sebelumnya bisa dapat harga Rp900.000 per kepala, sekarang tak kurang dari Rp1,6 juta per orang

2019 merupakan tahun yang sulit bagi dunia penerbangan dan masyarakat yang kerap menggunakan "burung besi" untuk bepergian.

Jika dulu ada maskapai yang mengusung slogan all people can fly (semua orang bisa terbang), sejak awal tahun seiring melonjaknya harga tiket pesawat bepergian dengan transportasi udara itu kembali jadi barang mahal.

Sebagai gambaran jika sebelumnya untuk rute Padang-Jakarta menggunakan maskapai berbiaya murah kelas ekonomi cukup membayar Rp700.000 seseorang bisa terbang, kini paling kurang harus mengeluarkan biaya minimal Rp1,3 juta baru bisa mendapatkan selembar tiket terbang.

Kenaikan harga tiket pesawat itu juga berdampak pada pemangku kepentingan yang ada di Bandara Internasional Minangkabau di Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Berdasarkan data yang dihimpun dari PT Angkasa Pura II selaku pengelola Bandara Internasional Minangkabau, kenaikan tiket pesawat sejak awal 2019 menyebabkan penumpang pesawat udara berkurang 20 persen.

Jika sebelumnya rata-rata pergerakan penumpang per hari pada tahun lalu mencapai 11.000 orang dengan 84 penerbangan per hari, hingga April jumlah penumpang paling banyak hanya sekitar 7.000 hingga 8.000 per hari.

Menurut Executive General Manajer PT Angkasa Pura II Bandara Internasional Minangkabau Dwi Ananda Wicaksana, kenaikan harga tiket pesawat tidak hanya berdampak pada penurunan jumlah penumpang, namun juga menyebabkan pendapatan bandara itu menurun drastis hingga sekitar 25 persen dari target yang dicanangkan oleh korporasi.

"Penurunan angka pergerakan tersebut jelas berpengaruh besar terhadap pendapatan Bandara Internasional Minangkabau secara umum," ujarnya.

Pemudik Lebaran

Kenaikan harga tiket pesawat tersebut juga berdampak saat mudik Lebaran 2019 yang ditandai dengan penurunan jumlah penumpang yang mudik menggunakan angkutan udara.

Mahalnya harga tiket membuat Hakim salah seorang perantau Minang di Jakarta memutuskan pulang kampung menggunakan kendaraan pribadi.

Jika pada tahun sebelumnya ia dengan enam anggota keluarganya mudik dengan menggunakan pesawat terbang dan kemudian menyewa mobil selama di kampung, kini ia memilih menjajal jalur lintas Sumatera pulang ke Batusangkar, Sumatera Barat.

"Bayangkan saja, kalau tahun lalu saya pesan tiket enam bulan sebelumnya bisa dapat harga Rp900.000 per kepala, sekarang tak kurang dari Rp1,6 juta per orang," katanya.

Dengan harga tiket pesawat Rp1,6 juta berarti ia harus menyiapkan uang Rp9,6 juta untuk enam orang anggota keluarga atau nyaris Rp 20 juta pulang pergi.

Sementara jika menggunakan mobil dengan jarak tempuh sekitar 1.300 kilometer dari Jakarta ke Sumatera Barat ia cukup mengeluarkan biaya sekitar Rp1,4 juta untuk bahan bakar dan makan di jalan sekitar Rp1 juta.

"Memang secara waktu lebih lama, tapi ini pengalaman baru bisa melihat tempat baru yang tidak kalah menyenangkan," ujarnya.

Lain lagi kisah Junaidi yang terpaksa merogoh kocek lebih dalam pada mudik Lebaran 2019 karena menggunakan pesawat terbang.  Transportasi udara menjadi satu-satunya pilihan karena terbatasnya waktu libur.

Perantau asal Bukittinggi itu mengeluarkan biaya hingga Rp4 juta untuk membeli tiket pesawat pulang pergi. "Kalau pakai bus di jalan bisa dua hari sementara selama libur lebaran saya cuma dapat libur empat hari," katanya.

Kendati baginya harga tiket pesawat terbilang mahal, demi bisa bersilaturahmi dengan orang tua ia rela merogoh kocek lebih dalam agar bisa berlebaran di kampung halaman.

Bus  AKAP

Berbeda dengan perusahaan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP). Pada saat mudik Lebaran 2019 justru mereka mendapat berkah dari kenaikan harga tiket pesawat yang tinggi. 

Perusahaan bus, Naikilah Perusahaan Minang (NPM) misalnya kembali menggeliat menjelang Lebaran tiba. Sejak mudik Lebaran 2019, perusahaan itu memberangkatkan 10 bus per hari untuk rute Padang-Jakarta .

"Sampai 17 Juni 2019 kami memberangkatkan 10 bus per hari, lima dari Padang dan sisanya dari kabupaten kota di Sumatera Barat untuk tujuan Jakarta," kata Kepala Staf perusahaan bus PO NPM Perwakilan Padang, Heru Wanda.

Menurut dia sejak harga tiket pesawat mahal perusahaan bus kembali menggeliat karena banyak masyarakat yang beralih menggunakan jalur darat untuk pulang ke kampung halaman.

Jika dulu saat tiket pesawat masih murah hanya dua sampai tiga bus per hari. Bahkan dibandingkan dengan masa mudik tahun sebelumnya, kata dia, juga terjadi peningkatan karena pada 2018 pihak NPM hanya memberangkatkan enam hingga delapan unit bus dalam sehari.

Untuk rute Padang-Jakarta saat ini penumpang dikenakan ongkos untuk armada AC Rp650.000 dari harga normal Rp450.000 per orang. Satu bus bisa mengangkut 41 penumpang dengan lama perjalanan sekitar 36 jam, ujarnya.

Sementara salah seorang perantau asal Padang yang hendak kembali ke Jakarta Sandra mengaku memilih naik bus karena ongkosnya lebih terjangkau. "Kalau naik pesawat sekarang harga tiket mencapai Rp1,6 juta, naik bus cukup Rp650.000," ujarnya.

Kendati di jalan lebih lama Sandra mengaku bisa menikmati perjalanan karena ada banyak pemandangan menarik serta persinggahan yang bisa menjadi pengalaman baru.

Bandara Minangkabau

Pada musim mudik Lebaran 2019 PT Angkasa Pura II mencatat arus mudik dan balik di Bandara Internasional Minangkabau mengalami penurunan sebesar 33 persen dibandingkan periode yang sama pada 2018.

"Penurunan ini cukup signifikan karena pada tahun lalu jumlah penumpang per hari tertinggi bisa mencapai 17.000,  sekarang paling banyak hanya 13.000," kata Executive General Manajer PT Angkasa Pura II Bandara Internasional Minangkabau Dwi Ananda Wicaksana.

Ia menyebutkan total penumpang yang tiba di Bandara Internasional Minangkabau pada H-7 hingga H+7 29 Mei hingga 13 Juni 2019 mencapai 88.899 orang yang diangkut 609 penumpang. Sementara pada 2018 jumlah penumpang yang tiba mencapai 131.031 orang diangkut 742 penerbangan.

"Puncak arus mudik terjadi pada H-4 dengan jumlah kedatangan 7.389 orang," kata dia.

Sebaliknya total penumpang yang diberangkatkan dari Bandara Internasional Minangkabau sepanjang H-7 hingga H+7 berjumlah 66.918 orang dengan menggunakan 607 penerbangan. Sedangkan pada 2018 jumlah penumpang yang diberangkatkan mencapai 101.320 ribu orang dengan 741 penerbangan.

Tidak hanya itu, untuk penerbangan tambahan juga terbilang sedikit karena hanya ada delapan pesawat atau 16 penerbangan.  Dwi menyampaikan sejak Januari penerbangan reguler banyak yang dibatalkan di Bandara Internasional Minangkabau dan pada musim mudik semuanya terbang dengan kapasitas cukup penuh.

Menurut dia, beberapa maskapai juga ada yang memilih menggunakan pesawat berbadan besar ketimbang menambah jadwal penerbangan. Dwi berharap arus mudik masih terus terjadi di Bandara Internasional Minangkabau minimal hingga tiga pekan ke depan.

Sumatera Barat, kata dia, cukup spesial pada musim arus mudik dan balik Lebaran, karena arus mudik dan balik terjadi hingga sebulan berdasarkan pengalaman tahun lalu. "Kami berharap ini terus bertahan," ujarnya. Apalagi harga tiket pesawat mulai turun sehingga diharapkan bisa menutupi sepi penumpang di Bandara Internasional Minangkabau yang terjadi sejak awal tahun.


 

Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019