"Pada 2017, dana yang masuk sebanyak Rp450 juta, kemudian pada 2018 juga Rp450 juta. Namun tahun Ini sejak adanya aplikasi daring pengelolaan limbah radioaktif dana yang masuk sebanyak Rp1,3 miliar hingga hari ini," ujar Zamroni saat peluncuran aplikasi pengelolaan limbah radioaktif melalui aplikasi dalam jaringan (daring) terintegrasi atau eLIRA di Tangerang Selatan, Selatan.
Dia menambahkan dengan adanya aplikasi itu, memudahkan pengguna zat radioaktif mengelola limbah radioaktif yang dihasilkannya.
Pengembangan Interkoneksi eLIRA dengan Simponi ini dilatarbelakangi oleh jumlah pengguna zat radioaktif di seluruh Indonesia terus meningkat, untuk itulah efisiensi dan efektivitas layanan menjadi hal yang utama.
“Sejak tahun 2017 layanan administrasi pengelolaan limbah radioaktif di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) sebenarnya sudah memanfaatkan sistem informasi online yang diberi nama eLIRA, namun sistem ini belum terkoneksi dengan institusi terkait yakni Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dan Kementerian Keuangan,” kata Husen.
Sebelumnya, para pengguna harus datang langsung ke BATAN untuk dapat mengelola limbah radioaktifnya dan membutuhkan waktu hingga 30 hari. Saat ini, dengan aplikasi itu bisa diakses dimana saja dan kapan saja. BATAN mengklaim selesai dalam waktu tiga jam.
Dengan terkoneksinya eLIRA dengan sistem informasi yang dimiliki Kementerian Keuangan yakni Simponi, Husen memastikan proses pembayaran yang dilakukan pelanggan melalui eLIRA secara otomatis masuk ke kas negara tanpa harus melakukan login ke aplikasi Simponi. Hal ini menunjukkan proses administrasi pengolahan limbah yang dilakukan PTLR semakin cepat dan transparan.
Baca juga: BATAN luncurkan aplikasi layanan pengelolaan limbah radioaktif
Baca juga: BATAN kembangkan teknologi pengolahan limbah radioaktif
Pewarta: Indriani
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019