• Beranda
  • Berita
  • Memilih seni jadi jalan hidup di "PechaKucha Night"

Memilih seni jadi jalan hidup di "PechaKucha Night"

18 Juni 2019 23:24 WIB
Memilih seni jadi jalan hidup di "PechaKucha Night"
Seniman Ika Vantiani (paling kiri), seniman tato Agatha Pratiwi (kedua kiri), drummer Edy Susanto (ketiga kiri), pengarsip musik Felix Dass (keempat kiri), produser kreatif Caroline Halim (keempat kanan), kartunis Reza Mustar (ketiga kanan), dan musisi Ardhito Pramono (kedua kanan) menjadi pembicara dalam acara "PechaKucha Night Jakarta Vol.38" di FX Sudirman, Jakarta, Selasa (18/6/2019) malam. (ANTARA News/Aditya Pradana Putra)

Yang terpenting dalam hidup di bidang seni adalah konsistensi. Kita harus konsisten dengan idealis yang kita pilih

Acara "PechaKucha Night Jakarta Vol.38" menyajikan diskusi berjudul "I Art You" untuk meyakinkan masyarakat, khususnya generasi muda, untuk memilih kesenian sebagai jalan hidup.

Tujuh seniman, seperti drummer Edy Susanto, kartunis Reza Mustar, produser kreatif Caroline Halim, seniman tato Agatha Pratiwi, pengarsip musik Felix Dass, seniman Ika Vantiani, dan musisi Ardhito Pramono, berbicara dalam acara yang berlangsung di FX Sudirman, Jakarta, Selasa malam.

Ketujuh pembicara tersebut menyampaikan pengalaman dan pandangannya tentang seni sebagai pilihan hidup mereka dalam acara yang juga digelar sebagai perayaan sepuluh tahun "PechaKucha Night Jakarta".

Dalam kesempatan sebagai pembicara pertama, Edy Susanto alias Khemod yang merupakan drummer band Seringai, mengatakan tidak mudah bagi dirinya dan kawan-kawannya di band Seringai terus eksis di industri musik nasional, apalagi dengan membawakan aliran musik metal.

"Yang terpenting dalam hidup di bidang seni adalah konsistensi. Kita harus konsisten dengan idealis yang kita pilih," kata drummer yang juga berprofesi sebagai direktur kreatif di rumah produksi Cerahhati Artwork.

Baca juga: Seringai buka konser Metallica

Sementara itu, seniman tato Agatha Pratiwi mengaku awalnya dia ragu untuk memilih seni tato sebagai jalan hidupnya.

Namun, kata Agatha, keraguan itu berubah menjadi keyakinan setelah orang-orang yang badannya menjadi media tato merasa bahagia dengan karya Agatha.

"Selain itu, jangan anggap kekurangan pada diri sebagai penghambat," kata dia.

Agatha bercerita bahwa sebenarnya dia adalah orang kidal.

"Karena insiden tertentu, tangan kiri saya tidak bisa berfungsi normal sehingga saya terpaksa menggunakan tangan kanan," kata dia.

Kondisi tersebut, lanjut Agatha, membuat dia tidak bisa membuat garis lurus. "Sekarang itu malah menjadi karakter gambar tato saya," kata Agatha.

Senada dengan Agatha, seniman kolase Ika Vantiani mengatakan, karakter dalam karya sangat penting bagi seniman.

"Itu penting untuk mencuri perhatian khalayak," kata dia.

Menurut dia, seniman itu tidak sekadar menciptakan karya.

"Seorang seniman harus bisa 'multitasking', menjadi karyawan, bos, sekaligus 'marketing'," kata Ika.

"PechaKucha Night Jakarta" menjadi wadah bagi setiap tamu dan pembicara untuk berjejaring secara kreatif dengan menantang setiap pembicara untuk berbicara selama 20 detik di 20 gambar presentasi.


Baca juga: Berbagi ide kreatif lawan korupsi di "PechaKucha Night"

Pewarta: Aditya Pradana Putra
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019