...setiap wilayah mulai memahami bahwa mereka bisa menjadi daerah tujuan wisata
Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta menilai persaingan wisata antar-wilayah di Indonesia akan semakin ketat dalam beberapa waktu terakhir karena seluruh wilayah berlomba-lomba untuk membangun destinasi wisata yang menarik.
“Sekarang ini setiap wilayah berlomba-lomba untuk membangun destinasi wisata yang menarik karena setiap wilayah mulai memahami bahwa mereka bisa menjadi daerah tujuan wisata,” kata Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi di Yogyakarta, Rabu.
Menurut Heroe, wilayah yang semula mengandalkan pemasukan daerah dari hasil sumber daya alam, kini mulai beralih memanfaatkan sektor wisata untuk memperoleh pemasukan daerah.
Kondisi tersebut, lanjut Heroe, dilakukan karena suatu wilayah memiliki kesadaran bahwa hasil sumber daya alam tidak akan bertahan selamanya sehingga banyak wilayah yang kemudian mengalihkan sumber pendapatan ke sektor pariwisata.
Jika seluruh wilayah memiliki upaya yang sama untuk membangun destinasi wisata yang menarik, maka Heroe khawatir jumlah wisawatan yang berkunjung ke Kota Yogyakarta akan semakin berkurang dan Yogyakarta bisa saja tidak lagi menjadi kota yang menjadi tujuan wisata utama di Indonesia.
“Jika kondisi tersebut tidak mau terjadi di Kota Yogyakarta, maka yang perlu dilakukan adalah mendorong keunikan agar keunikan Kota Yogyakarta terus dikenal. Salah satunya terus mengangkat kata-kata magic yang selama ini diyakini bersama,” katanya.
Mantra yang selama ini diyakini bersama adalah adanya ‘belum ke Yogyakarta jika belum mampir ke Malioboro’. “Kata-kata ini yang perlu terus digaungkan agar menjadi sebuah kepercayaan yang diyakini bersama oleh wisatawan,” katanya.
Meskipun memiliki keuntungan dari segi budaya tradisional yang masih terpelihara dengan baik, namun Heroe meminta agar kenyamanan wisatawan tetap menjadi faktor utama yang harus diperhatikan, salah satunya penyediaan infrastruktur transportasi yang memadai.
“Transportasi menjadi salah satu dukungan yang membuat suatu wilayah menjadi lebih kompetitif. Jika untuk menuju Yogyakarta saja sulit atau macet dan kondisi di dalam kota pun macet, maka wisatawan akan menjadi tidak nyaman,” katanya.
Oleh karena itu Heroe mengusulkan adanya manajemen lalu lintas serta dukungan infrastruktur berupa jalan termasuk moda transportasinya.
Selain itu Kota Yogyakarta juga perlu mempertahankan karakter yang sudah dimiliki sebagai kota budaya. “Di daerah lain, ada yang ingin membuat jalan dengan konsep seperti di Malioboro. Tetapi, atmosfer yang terbangun Malioboro tidak bisa dimiliki oleh wilayah lain. Atmosfer ini yang membuat Malioboro unik sehingga harus dipertahankan,” katanya.
Sementara itu Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta Maryustion Tonang menyebut Malioboro masih menjadi magnet utama wisata di Kota Yogyakarta dan kondisi tersebut terlihat jelas saat libur Lebaran.
“Khusus untuk di Malioboro, kami memang tidak bisa menghitung secara kuantitatif jumlah wisatawan yang masuk ke kawasan itu. Yang bisa kami lakukan adalah mengamati secara kualitatif saja. Memang ada kenaikan jumlah wisatawan dibanding hari biasa,” katanya.
Sedangkan untuk total jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Yogyakarta selama libur Lebaran tercatat sebanyak 113.822 orang yang dihitung dari beberapa destinasi wisata yaitu Taman Pintar, Keraton Yogyakarta, Gembiraloka, Museum Benteng, Museum Sonobudoyo, De Mata, De Arca dan De Walik, serta Tamansari.
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019