"Kami sudah berinisiatif membuka berbagai komunikasi untuk rekonsiliasi seperti rekomendasi yang dikeluarkan oleh Pokja IV Satgas Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi. Namun, yang terjadi kami malah digugat oleh KBN," ujar kuasa hukum KCN, Juniver Girsang, kepada wartawan di Jakarta, Kamis.
Juniver menjelaskan, upaya-upaya pihaknya membuka komunikasi agar terjadi rekonsiliasi adalah penegasan pihaknya sebagai entitas bisnis yang menghendaki agar segala persoalan yang terjadi dapat segera diselesaikan secara adil dan tidak berlarut-larut.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya mengharapkan agar pembangunan Pelabuhan Marunda tidak berhenti, maka perlu ada upaya-upaya rekonsiliasi di antara para pemegang saham yang saat ini tengah menghadapi proses sengketa di pengadilan.
"Pelabuhan tetap berjalan, kami menunggu keputusan dari pengadilan saja. Harapan saya, ada rekonsiliasi di antara mereka, ada 'take and give'," tutur Budi.
Direktur Utama PT KCN Widodo mengatakan pihaknya sebagai perusahaan swasta sangat mengharapkan adanya kepastian usaha, kepastian investasi, maupun kepastian hukum atas kesepakatan-kesepakatan bisnis yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.
“Kami ini swasta, tidak perlu panggung macam-macam, yang penting kepastian usaha. Sesuai undang-undang PT, kami ini mencari keuntungan untuk kemaslahatan orang banyak, bukan mencari keributan," tegas Widodo.
Lebih lanjut, Juniver mengatakan, upaya-upaya rekonsiliasi antara KCN dan KBN telah digelar melalui jalur mediasi dalam bentuk rapat audiensi hingga melibatkan sejumlah kementerian.
"Namun KBN tidak pernah hadir dan bukannya berdamai, KBN malah menggugat dan tidak menghiraukan seluruh rekomendasi dari Kemenhub, Kemenko Polhukam, hingga rekomendasi Pokja IV," tutur Juniver.
Juniver menyesalkan segala upaya rekonsiliasi yang telah ditempuh selama dua tahun dengan mudah digagalkan oleh KBN hanya dengan melakukan gugatan hukum ke peradilan.
Baca juga: Pengembangan Pelabuhan Maruda jangan terganggu sengketa hukum
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Pelabuhan Marunda dioperasikan oleh KCN yang merupakan anak perusahaan dari PT KBN dan PT Karya Tekhnik Utama (KTU).
Polemik pembangunan Pelabuhan Marunda bermula saat PT Karya Teknik Utama (KTU) memenangi tender pengembangan kawasan Marunda yang digelar KBN pada 2004.
Setahun kemudian, KTU dan KBN sepakat membentuk usaha patungan PT KCN dengan restu Kementerian BUMN dan Gubernur DKI Jakarta dengan komposisi saham KBN 15 persen dan KTU 85 persen.
Proyek pembangunan infrastruktur ini dari awal di sepakati Non APBN/APBD.
Masalah muncul setelah pergantian direksi pada November 2012, ketika Sattar Taba menduduki kursi Direktur Utama KBN
Saat itu KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50, namun KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan karena ternyata tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN dan Pemda DKI Jakarta sebagai pemilik saham KBN dan juga Dewan Komisaris PT KBN..
Meski demikian, KBN tetap merasa memiliki saham 50 persen di KCN dan kemudian mengirimkan surat penghentian pembangunan Pelabuhan Marunda kepada KCN dan berlanjut pada gugatan perdata ke pengadilan untuk membatalkan konsesi.
Baca juga: Pengusaha berharap sengketa Pelabuhan Marunda segera selesai
Baca juga: Percepatan pembangunan Pelabuhan Marunda memperlancar arus investasi
Baca juga: Pelabuhan Marunda bisa kurangi kepadatan di Pelabuhan Tanjung Priok
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019