Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi penerimaan perpajakan hingga akhir Mei 2019 tumbuh melambat dibandingkan periode sama tahun lalu, karena adanya beberapa pos pendapatan yang mengalami kontraksi.Kami harus hati-hati dalam membaca ekonomi pada Mei, terutama yang tumbuh negatif
"PPh nonmigas tumbuh melambat, sementara PPN/PPnBM, bea masuk dan bea keluar tumbuh negatif," katanya dalam jumpa pers perkembangan APBN di Jakarta, Jumat.
Sri Mulyani menjelaskan realisasi penerimaan perpajakan hingga akhir Mei 2019 mencapai Rp569,3 triliun yang di antaranya mencakup PPh nonmigas Rp294,1 triliun, PPN/PPnBM Rp173,3 triliun, cukai Rp56,2 triliun, bea masuk Rp15 triliun, bea keluar Rp1,5 triliun dan PPh migas 26,3 triliun.
Namun, menurut dia, penerimaan PPN/PPnBM turun 4,4 persen dibandingkan tahun lalu sebesar Rp181,3 triliun, bea masuk turun 3,34 persen dari tahun 2018 sebesar Rp15,4 triliun dan bea keluar turun 46,28 persen dari tahun lalu sebesar Rp2,8 triliun.
"PPN yang tumbuh negatif perlu diwaspadai karena tingginya restitusi dan turunnya kinerja impor. PPh nonmigas cukup positif tapi ada tekanan yang menyebabkan adanya perlambatan pada PPh 22 impor, 23, 25/29 badan, final dan 26 yang tumbuh negatif," ujar Sri Mulyani.
Kondisi ini yang menyebabkan realisasi penerimaan perpajakan hanya tumbuh sebesar 5,7 persen dibandingkan periode realisasi pencapaian pajak maupun bea cukai pada akhir Mei 2018 yang mampu tumbuh sebesar 14,5 persen.
Pencapaian positif pada periode ini diperoleh dari penerimaan PPh Pasal 21 yang mencapai Rp65,22 triliun atau tumbuh 22,5 persen, PPh Orang Pribadi sebesar Rp7,62 triliun atau tumbuh 14,5 persen dan PPh Badan sebesar Rp109,68 triliun atau tumbuh 5,1 persen.
"Jadi ini gambaran ekonomi kita agak mix, sektor usaha ada tekanan, tapi pekerja dan orang pribadi masih cukup kuat membayar pajak di atas 20 persen. Kami harus hati-hati dalam membaca ekonomi pada Mei, terutama yang tumbuh negatif," kata Sri Mulyani.
Berdasarkan realisasi sementara ini, maka untuk memenuhi target sebesar 100 persen dalam APBN, maka pencapaian pendapatan negara pada Juni-Desember tahun ini harus tumbuh 14,3 persen dibandingkan Juni-Desember 2018.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan mengharapkan adanya realisasi penerimaan perpajakan yang lebih baik pada semester II-2019, terutama setelah kebijakan restitusi yang gencar dilakukan pada periode Januari-Mei mulai berkurang.
"Untuk outlook-nya kita lihat membaik, restitusi pada semester dua akan melambat karena sebagian besar dibayar pada semester satu. Selain itu, kita harapkan kegiatan ekonomi makin membaik," kata Robert.
Ia juga belum mempertimbangkan kemungkinan adanya pencapaian yang tidak memenuhi target atau shortfall, karena yang terpenting adalah bekerja secara optimal agar realisasi bisa mendekati target penerimaan yang ditetapkan dalam APBN.
"Kami belum sampai menghitung shortfall. Meski ini menantang untuk capai 100 persen, kita upayakan kerja lebih baik," ujar Robert.
Dengan realisasi penerimaan perpajakan telah mencapai Rp569,3 triliun, maka secara keseluruhan, pencapaian pendapatan negara tercatat sebesar Rp728,5 triliun atau 33,6 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp2.165,1 triliun.
Sedangkan, realisasi belanja negara telah mencapai Rp855,9 triliun atau 34,8 persen dari pagu Rp2.461,1 triliun karena tingginya pencapaian belanja pemerintah pusat maupun transfer ke daerah dan dana desa pada periode ini.
Dengan demikian, maka defisit anggaran tercatat sebesar Rp127,5 triliun atau 0,79 persen terhadap PDB, atau lebih tinggi dari realisasi periode Januari-Mei 2018 sebesar Rp93,5 triliun atau 0,63 persen terhadap PDB.
Baca juga: Menkeu : Tax Ratio bertambah dua persen jika pajak daerah dihitung
Baca juga: Menperin: insentif pengurangan pajak 300 persen tunggu teken Jokowi
Baca juga: Kemenko Perekonomian siapkan empat kebijakan ini pekan depan
Pewarta: Satyagraha
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019