"Yang pertama adalah relevan. Relevan berarti bukti yang disampaikan harus relevan dengan gugatan atau dengan suatu permohonan," ujar Hiariej di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jumat.
Hal fundamental yang kedua, menurut Hiariej, adalah admissible atau dapat diterima.
"Suatu bukti yang relevan belum tentu admissible, tetapi primavasi dari bukti yang admissible adalah bukti yang relevan," ujar Guru Besar Ilmu Hukum Pidana di Universitas Gajah Mada itu.
Selanjutnya, hal fundamental yang ketiga dalam pembuktian adalah cara perolehan bukti yang harus benar secara hukum.
Baca juga: Sidang MK, ahli: bukan soal pembatasan saksi, tapi kualitas pembuktian
"Itu yang terdapat pada pasal 36 ayat 2 undang-undang Mahkamah Konstitusi, persoalan perolehan bukti harus dengan jalan-jalan yang konstitusional, harus dengan cara-cara yang benar menurut hukum," kata Hiariej.
Lalu, hal fundamental keempat dalam pembuktian adalah kekuatan pembuktian.
"Kekuatan pembuktian ini otoritatif hakim yang akan menilai apakah dia akan menjadi alat bukti yang kuat atau tidak," ujar pria berusia 37 tahun itu.
Penjelasan tersebut merupakan rangkuman jawaban atas pertanyaan yang disampaikan pihak termohon dan sejumlah hakim.
Baca juga: Sidang MK, ahli jelaskan solusi praktis untuk pelanggaran TSM
Sidang kelima perkara sengketa hasil Pemilu Presiden 2019 ini digelar Mahkamah Konstitusi pada Jumat (21/6) pada pukul 09.00 WIB, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan ahli yang dihadirkan oleh pihak terkait atau kubu Jokowi-Ma'ruf.
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019