"Defisit anggaran 1,84 persen ini cukup suportif untuk mendukung pertumbuhan," kata Sri Mulyani di Jakarta, Jumat.
Sri Mulyani menjelaskan kegiatan ekonomi hingga akhir Mei 2019 masih kurang terpacu yang terlihat dari pertumbuhan penerimaan perpajakan yang melambat. Padahal, tambah dia, kegiatan belanja pemerintah sedang tumbuh pesat terutama bagi Kementerian Lembaga seiring dengan tingginya belanja pegawai dan barang.
Dalam lingkungan yang dinamis seperti ini, maka pengelolaan defisit anggaran harus dilakukan secara hati-hati, terukur dan transparan agar kredibilitas APBN tetap terjaga. Pengelolaan ini penting supaya realisasi pembiayaan tidak makin melebar tinggi dan APBN bisa menjadi stimulus untuk menggairahkan kembali kinerja perekonomian.
"Kalau ekonomi melemah, defisit pasti terpengaruh. Namun defisit bukan harga mati tapi dinamis, karena APBN merupakan instrumen kebijakan bukan tujuan," ujarnya.
Meski demikian, menurut dia, APBN bukan merupakan satu-satunya instrumen yang dapat diandalkan dalam menjalankan fungsi stabilisasi ekonomi.
"Jadi kita kasih sinyal apa yang bisa dilakukan BI dan juga OJK. Kebijakan apa yang bisa diterjemahkan menjadi instrumen, termasuk yang dilakukan pengusaha, Kementerian Lembaga dan daerah," ujar Sri Mulyani.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat realisasi defisit anggaran hingga akhir Mei 2019 telah mencapai Rp127,5 triliun atau 0,79 persen terhadap PDB.
Realisasi ini lebih tinggi dari periode Januari-Mei 2018 yang tercatat sebesar Rp93,5 triliun atau 0,63 persen terhadap PDB.
Baca juga: Menkeu: Defisit anggaran April 2019 lebih tinggi dari tahun lalu
Baca juga: Meningkat tipis, defisit anggaran kuartal I 2019 capai 0,63 persen
Pewarta: Satyagraha
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019