Tepat pukul 16.57 WIB, sesaat setelah keluar dari ruangan Instalasi Radiodiagnostik RS Bhayangkara Medan, Putri menangis histeris.
Jilbab merah muda yang dikenakannya, dipakai untuk menutupi wajahnya yang telah basah karena air mata saat melewati kerumunan para keluarga korban yang hingga Minggu (23/6) belum juga dipertemukan dengan korban kebakaran.
"Bapak nokohin, katanya ibu masih hidup," katanya sesenggukan saat berada di dalam dekapan keluarganya.
Ayah Putri, Sarimin (38) yang melihat anak pertama dari kedua anaknya itu menangis, langsung mencoba menenangkannya.
"Kakak kan udah besar, enggak boleh nangis-nangis. Kalau kakak nangis nanti mamak pun ikut nangis," ucapnya sembari membelai lembut kepala Putri.
Tangis Putri tak kunjung berhenti mengetahui ibunya yang bernama Sri Wahyuni (28) tak lagi dapat hidup bersama dirinya.
"Tadi waktu di dalam ruangan saya liat foto janazah ibu (Sri Wahyuni), tiba-tiba si Putri liat juga dari belakang saya dan langsung menangis," kata Sarimin.
Meski tubuh Sri Wahyuni telah hangus terbakar, namun buah hati hasil cintanya dengan Sarimin, tetap mengenali sosok ibunya.
"Dia langsung tau kalau itu ibunya, makanya dia nangis," ujarnya
Putri yang bercita-cita menjadi seorang dokter masih terus menangis meskipun ayah dan para keluarganya berusaha menenangkannya.
Baca juga: Tujuh jenazah korban kebakaran pabrik mancis dikebumikan
Baca juga: Ayah korban kebakaran bawa bantal kesayangan anaknya
Baca juga: 12 liang lahat disiapkan untuk korban kebakaran pabrik mancis
Pewarta: Nur Aprilliana Br. Sitorus
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019