"Karena hiposenter sangat dalam, 220 kilometer, maka kami tidak merilis peringatan dini tsunami, karena dari syarat kedalaman tidak memenuhi," kata Rahmat di Jakarta, Senin.
Setelah kejadian gempa bumi tersebut, Rahmat, BMKG langsung memonitor alat pengukur tinggi muka air laut di sekitar Laut Banda.
"Tidak ada satupun yang menunjukkan anomali, jadi tidak ada perubahan muka air laut. Kami terus memonitor perkembangan baik di Papua maupun di Laut Banda," kata Rahmat.
Berdasarkan siaran di laman resmi BMKG, gempa berpotensi menimbulkan tsunami kalau memenuhi syarat seperti hiposenter berada di tengah laut dan kedalamannya kurang dari 100 kilometer, kekuatan gempa lebih dari 7,0 Skala Richter, serta gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun.
Meski tidak berpotensi menimbulkan tsunami, gempa yang terjadi di kawasan Laut Banda getarannya terasa meluas hingga ke Timor Leste dan Australia karena pusat gempanya sangat dalam.
Gempa bumi bermagnitudo 7,7--yang kemudian dimutakhirkan menjadi 7,4-- yang terjadi di Laut Banda, 245 kilometer barat laut Maluku Barat Daya, Senin, pukul 09.53 WIB, dibangkitkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan geser.
Gempa yang terjadi akibat aktivitas subduksi Laut Banda itu, menurut BMKG, hiposenternya berada di laut, 289 kilometer arah barat laut Kota Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Propinsi Maluku, pada kedalaman 220 kilometer.
Guncangan akibat gempa bumi itu dilaporkan terasa di daerah Saumlaki, Tual, Subawa dan Sorong, Dobo, Alor, Fak-Fak dan Kupang, Manokwari, Bima, Dompu, Banda, Waingapu, Ambon, Bula, Nabire, Merauke, Denpasar, dan Puncak Jaya.
Baca juga:
Gempa magnitudo 7,7 di Laut Banda tidak berpotensi tsunami
Potensi energi gempa di Laut Banda masih besar
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019