Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjelaskan soal zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang menimbulkan pro dan kontra masyarakat di sejumlah daerah kepada anggota Komisi X DPR RI.Jadi memang ada beberapa daerah yang menurut saya perlu displin untuk tahun-tahun yang akan datang di dalam memahami PPDB kebijakan zonasi ini dan yang penting jangan main-main dengan nasib peserta didik
"Tahun lalu, menurut saya jauh lebih parah dari sekarang, yang isunya surat keterangan miskin palsu jumlahnya ribuan. Sekarang hampir tidak ada yang begitu. Yang sekarang muncul protes terhadap kuota yang berprestasi," katanya di sela-sela rapat kerja dengan Komisi X DPR RI di kompleks parlemen di Senayan, Jakarta, Senin.
Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi X Reni Marlinawati itu Muhadjir menjelaskan persoalan tersebut tidak akan terjadi apabila daerah memberikan kesempatan yang lebih bijak.
Aturan terkait sistem zonasi itu, kata dia, dikeluarkan berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 51 Tahun 2018 untuk PPDB 2019 yang diterbitkan sejak Desember 2018.
Menurut dia, terdapat jeda waktu enam bulan bagi setiap pemerintah daerah dalam menyiapkan dan menyosialisasikan sistem zonasi lewat peraturan turunan, baik itu peraturan gubernur, atau bupati/wali kota.
"Jadi memang ada beberapa daerah yang menurut saya perlu displin untuk tahun-tahun yang akan datang di dalam memahami PPDB kebijakan zonasi ini dan yang penting jangan main-main dengan nasib peserta didik," katanya.
Dalam rapat kerja itu, Muhadjir juga menduga adanya protes dari masyarakat terkait zonasi tersebut lebih banyak berdimensi politik setelah tim dari Kemendikbud turun ke lapangan.
"Yang peristiwa ribut-ribut itu juga, ada diduga, saya duga ada muatan politik juga," katanya saat dikonfirmasi usai mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR RI.
Dia lebih lanjut menjelaskan kuota lima persen untuk siswa luar dari zona dinilai sudah bijak dan baik.
Permasalahannya, kata dia, jumlah siswa yang akan ditampung tidak sebanding dengan kapasitas sekolah negeri yang terbatas.
Ia memberikan contoh di Jawa Barat yang melakukan perankingan dan memadukan antara jarak dan capaian akademik atau UN.
"Sehingga itu sangat memungkinkan. Tidak ada masalah. Kami juga tahu bahwa tidak mungkin 100 persen penempatan zonasi atas dasar radius dari siswa dengan sekolah, kami sangat paham," katanya kata para wakil rakyat.
Baca juga: Pakar: Zonasi sekolah harus diimbangi dengan kualitas
Baca juga: KKP optimistis seluruh provinsi tetapkan perda zonasi pesisir
Baca juga: Mendikbud sudah tegur pemda yang tak patuhi aturan PPDB
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019