• Beranda
  • Berita
  • Peneliti dukung penerapan ekonomi melingkar dalam industri plastik

Peneliti dukung penerapan ekonomi melingkar dalam industri plastik

24 Juni 2019 23:01 WIB
Peneliti dukung penerapan ekonomi melingkar dalam industri plastik
Pekerja membuat adonan dari cacahan plastik untuk di jadikan jam dinding di 'Robries galeri' di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (8/5/2019). Komunitas berbasis lingkungan tersebut mengolah limbah khususnya plastik menjadi barang bernilai jual seperti jam dinding, meja, bangku dan lainnya. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/pras.
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) Luky Adrianto mendukung pemerintah untuk menerapkan sistem ekonomi melingkar (circular economy) bagi para pelaku industri plastik, dimana sampah plastik dimanfaatkan kembali dan memiliki nilai ekonomi sehingga dapat mengurangi jenis sampah yang sulit terurai itu.

"Kalau penggunaannya tidak bisa diputus, plastik tidak perlu dibuang namun didaur ulang sehingga tetap dapat digunakan untuk konsumsi," kata Dekan FPIK IPB Luky Adrianto di Bogor, Senin.

Luky menjelaskan ekonomi melingkar merupakan praktik ekosistem ekonomi yang berputar dalam satu siklus sehingga tidak ada yang terbuang ke alam.

"Jadi misalnya produsen plastik mengeluarkan 10 plastik, maka harus kembali 10 lagi. Jadi tidak ada yang dibuang ke alam," katanya.

Menurut Luky, praktik daur ulang plastik memang tidak mudah dilakukan, butuh ketegasan dari pemerintah untuk dijalankan oleh industri pengguna plastik.

"Ini yang jadi tantangan, karena butuh insentif dan mekanisme untuk membuat circular economy itu berjalan lancar," kata Luky.

Selain itu, praktik ekonomi melingkar ini juga harus dibarengi dengan pengembangan inovasi plastik yang dapat terurai atau dikenal dengan istilah bioplastik.

"Pemerintah harus menegaskan perusahaan- perusahaan yang ada di Indonesia, untuk melakukan riset terkait pengembangan bioplastik," kata Luky.

Luky mengatakan saat ini bioplastik sudah ditemukan meski sebatas level penelitian di laboratorium.

"Bioplastik berbahan dasar rumput laut dan ketela sudah ada, namun membuatnya digunakan dalam industri besar perlu afirmasi dari pemerintah," kata Luky.

Berdasarkan penelitian yang dirilis oleh McKinsey and Co. dan Ocean Conservancy, Indonesia merupakan negara kedua penghasil sampah plastik di dunia setelah Cina.

Pada 2017, Kementerian Lingkungan Hidup mencatat sebanyak 41 persen sampah yang ada di laut Indonesia berbahan plastik yang sulit terurai.

Oleh karena itu, menurut Luky dua langkah tersebut patut dilakukan oleh pemerintah guna mengurangi sampah di lautan Indonesia dan memperbaiki kondisi ekonomi terkait perikanan dan kelautan.


Baca juga: Menguatkan simpul jaringan komoditas sampah plastik
Baca juga: Jusuf Kalla dan komisioner UE lingkungan hidup ekonomi melingkar
Baca juga: IPB : cegah sampah plastik masuk laut lewat teknologi

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019