Kesibukannya adalah mendaftarkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Memilih sekolah yang cocok adalah pekerjaan yang terlihat gampang tetapi tidak mudah.
Pilihan terbanyaknya adalah memilih sekolah negeri. Tetapi--sekali lagi--mendaftarkan sekolah anak bukan perkara gampang sehingga membutuhkan kecermatan.
Sama hanya dengan orang tua murid atau wali murid di semua jenjang sekolah di daerah lain, kesibukan yang sama dialami warga DKI Jakarta yang anaknya lulus sekolah dan hendak melanjutkan ke jenjang sekolah lebih tinggi.
Selain kesibukannya sama, sistem penerimaan dan pendaftarannya juga sama antara DKI Jakarta dengan di daerah-daerah, yaitu sistem zonasi.
Dengan sistem ini, sekolah mengutamakan menerima calon murid berdasarkan zona. Hal itu sesuai kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kini sistem itu sedang ramai diperbincangkan. Selain itu juga ramai didemo kalangan wali murid.
Kendati banyak dipersoalkan, tetapi sistem zonasi juga dinilai menguntungkan karena memberi kesempatan kepada wali murid untuk menyekolahkan anaknya di sekolah yang lokasinya dekat rumah. Tanpa sistem zonasi, kesempatan untuk masuk sekolah terdekat ditentukan nilai Ebtanas.
Sistem zonasi juga memudahkan orang tua ikut mengawasi anak-anaknya karena sekolahnya dekat. Anak-anak sekolah juga tidak harus menghabiskan waktu di jalan karena rumahnya dekat sekolah.
Sistem ini pun menghilangkan predikat sekolah favorit karena sekolah menerima murid berdasarkan zona, disamping mempertimbangkan aspek lainnya, yakni kemampuan orang tua dan prestasi.
Namun dengan sistem ini, para guru tampaknya harus lebih bekerja keras karena kemampuan dan prestasi rata-rata siswa berbeda-beda. Tidak berdasarkan nilai tertentu.
Fleksibel
Mengenai teknis pendaftaran waktu Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), DKI Jakarta lebih fleksibel bagi orang tua siswa. Orang tua atau wali murid bisa memasukkan berkasnya di sekolah negeri manapun.
Sebenarnya DKI lebih fleksibel orang tua bisa masuk berkasnya di sekolah negeri manapun, meskipun nanti sekolahnya tidak di situ, kata Wakil Ketua Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta Juwarto di Jakarta, Senin (24/6).
Dengan fleksibilitas itu, Juwarto menegaskan bahwa orang tua siswa sebenarnya tidak perlu khawatir untuk tidak dapat mendaftarkan di sekolah negeri.
Untuk orang tua siswa sebenarnya tidak perlu khawatir untuk tidak terlayani karena semua SMP Negeri pelayanannya sama, ujarnya.
Wakil Kepala Sekolah SMP 115 itu mengungkapkan bahwa orang tua bisa memasukkan berkasnya dimana saja asal sesuai dengan zonasinya. Yang penting sesuai dengan persyaratan khusus, yakni zonasi dulu kemudian yang kedua nilai dari Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).
Sementara untuk standar nilai yang ditentukan Juwarto mengatakan, hal tersebut berdasarkan kepercayaan dari masyarakat. Misalnya masyarakat yang masuk ke satu sekolah nilainya tinggi, maka tinggi begitu juga sebaliknya.
Yang pasti sekolah tidak menyarankan apapun karena semua berdasarkan zonasinya. Siapapun asal sesuai zonasi dapat mendaftar.
Karena itu ada jalur inklusi, yaitu untuk yang berkebutuhan khusus, jalur prestasi, zonasi dan non zonasi. Itu semua mensyaratkan Pemerintah DKI Jakarta bahwa siapapun bisa masuk ke sekolah negeri di Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan sistem zonasi sekolah pada PPDB untuk di Jakarta akan dilakukan penyesuaian.
Misalnya, PPDB untuk jalur SD menggunakan zonasi berbasis kelurahan. Jadi siswa dari basis kelurahan 70 persen, basis dari provinsi 25 persen, lalu luar dan luar DKI sebanyak lima persen.
Kemudian untuk SMP dan SMA menggunakan zonasi yang basisnya untuk kelurahan 60 persen, kemudian 30 persen dari luar kelurahan. Sedangkan dari luar DKI basisnya lima persen lalu jalur prestasi lima persen.
Lalu untuk SMK, praktis tidak ada jalur zonasi dan 90 persen siapa saja bisa daftar, lima persen untuk prestasi dan lima persen untuk luar DKI.
Hal itu dilakukan di Jakarta untuk menjaga kontinuitas dari rekrutmen siswa dari tahun ke tahun. Selain itu ingin agar para orang tua merasa tenang ada kepastian menyangkut sistem rekrutmen sekolah.
Kebanyakan orang tua mencari sekolah saja tegang apalagi mencari sekolah dalam suasana pergantian sistem. Pemprov DKI prinsipnya untuk PPDB di Jakarta adalah menghadirkan kepastian sehingga orang tua tenang.
Sejumlah Persoalan
Terkait PPDB itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Reni Marlinawati mencatat sejumlah persoalan yang muncul dalam proses tahapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 ini di sejumlah daerah di Indonesia.
Reni Marlinawati mengatakan dari sejumlah persoalan PPDB yang muncul di lapangan persoalan zonasi sebagai salah satu mekanisme penerimaan peserta didik menjadi hal paling krusial.
Alokasi 90 persen untuk zonasi sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (2) Permendikbud Nomor 51 Tahun 2019 telah menjadi hal krusial yang ditemukan di lapangan.
Kendati demikian, Reni tidak menampik penerapan sistem zonasi sebagai upaya untuk memetakan persoalan yang terjadi di tiap daerah dan sekolah. Hanya saja, jika penerapan sistem zonasi semata-mata untuk kepentingan pemetaan, tentu tidak sebanding dengan imbas dari penerapan sistem ini.
Padahal instrumen pemetaan tidak hanya sekadar melalui sistem zonasi ini. Setiap pemerintah daerah mestinya telah memiliki pemetaan dari sisi ketersediaan guru, kualitas guru, profil anak didik, termasuk bagaimana kondisi infrastrukturnya.
Bagi dia, penerapan sistem zonasi tampak memberi pesan semangat pemerataan dan antidiskriminasi dengan menghilangkan stigma sekolah favorit dan sekolah tidak favorit. Namun yang menjadi soal, saat ini kualitas sekolah tidak merata.
Padahal, ini perkara pemerataan kualitas sekolah, namun cara penanganannya melalui proses rekrutmen peserta didik. Akibatnya muncul kericuhan, antrean dan karut-marut pada sebagian pelaksanaan PPDB ini.
Baca juga: Sistem zonasi sekolah di Jakarta akan dilakukan penyesuaian
Baca juga: FSGI : Kemendikbud perlu contoh DKI Jakarta untuk penerapan zonasi
Pewarta: Sri Muryono dan Muhammad Adimaja
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019