• Beranda
  • Berita
  • Zonasi solusi melokalisir permasalahan pendidikan di Papua

Zonasi solusi melokalisir permasalahan pendidikan di Papua

26 Juni 2019 15:56 WIB
Zonasi solusi melokalisir permasalahan pendidikan di Papua
Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Pusat dan Daerah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia James Modouw. (Istimewa)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menyatakan penerapan sistem zonasi, khususnya di Papua dan Papua Barat merupakan solusi melokalisir permasalahan pendidikan, sehingga secara bertahap mudah diselesaikan.

Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Pusat dan Daerah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia James Modouw kepada Antara di Jayapura, Rabu, mengatakan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah harus memenuhi keadilan sosial bagi seluruh masyarakat, oleh sebab itu zonasi adalah solusinya dalam memberikan keadilan kepada semua anak agar dapat menikmati fasilitas pemerintah.

"Pemerintah juga memberikan penghargaan kepada yang berprestasi untuk bisa memilih lokasi sekolah yang diinginkan, namun hingga kini masih adanya perdebatan tentang sistem zonasi dalam pemerataan mutu pendidikan, salah satunya disebabkan lemahnya pemahaman tentang paradigma belajar dari aspek kurikulum K13 dan juga banyak belum dipahami para pejabat daerah," katanya.

Menurut James, sistem zonasi sangat terkait dengan paradigma kurikulum 2013, pendekatan pembelajaran ilmiah tematik yang diterapkan kini untuk menumbuhkan karakter atau kepribadian dan kemampuan berpikir atau intelektual anak, selain itu, proses belajar dalam K13 tidak banyak membutuhkan sarana prasarana pendukung yang mahal dan mewah di mana lebih dikembangkan pada strategi inquiry dan discovery yang lebih kepada eksplorasi sumber belajar di lingkungannya.

"Sesuai dengan kondisi geografi dan aksesibilitas layanan pendidikan di Papua dan Papua Barat, ada dua pola pendekatan peningkatan mutu dan akses yang selama ini sudah dilakukan namun mengalami berbagai kendala manajemen yaitu pola memperbaiki kualitas berdasarkan standar pendidikan kemudian memperbaiki akses, lalu pola kedua, yakni sebaliknya mengatur akses dan melokalisir permasalahan dalam wilayah yang lebih kecil baru meratakan mutu," ujar James yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Papua.

Dia menjelaskan pola pertama selama ini sudah digunakan, tetapi selalu tidak pernah akan selesai pemerataan mutunya karena wilayah permasalahannya sangat luas, sehingga sulit dalam pengendaliannya, bahkan seperti garam yang dituangkan dalam lautan yakni tidak tampak hasilnya.

"Pola kedua yakni melokalisir masalahnya dalam zona kemudian dilakukan pemerataan mutu, pendekatan ini jauh lebih mudah karena peta masalahnya diperkecil, akses siswa terhadap sekolah lebih mudah, rotasi guru lebih mudah, wilayahnya juga sangat kecil, dari aspek perencanaan mudah memetakan masalah dan bisa secara bertahap diselesaikan, di mana hasilnya dapat segera tampak dalam zona tersebut," katanya lagi.

Dia menambahkan pembagian zonasi pernah dikembangkan di Papua pada 2008 untuk penyelenggaraan SD kecil dan SD-SMP Satu Atap Berpola Asrama berbasis distrik atau kecamatan, di mana kini zonasi jenjang SD bisa menggunakan basis distrik.

Dimana di dalam satu kabupaten bisa beberapa zona akses dan mutu, sedangkan untuk SMP dan SMA regular pola ini juga bisa dikembangkan di setiap kabupaten menjadi beberapa zona, tergantung pola akses transportasi serta pertimbangan wilayah sub adat sebagai kelompok yang lebih kecil di wilayah kabupaten.

Kemudian khusus untuk SMK sangat tepat untuk menggunakan zona wilayah adat, dan itu sudah berjalan selama ini.*


Baca juga: KKP susun zonasi kawasan strategis di Raja Ampat

Pewarta: Hendrina Dian Kandipi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019