perusahaan perkebunan yang sudah masuk ke kawasan hutan agar diberi tindakan hukum
Aktivis lingkungan mempertanyakan pelepasan 35.037 hektare kawasan hutan di sejumlah kabupaten dan kota yang diusulkan Provinsi Bengkulu disinyalir untuk mengakomodasi kepentingan perusahaan perkebunan dan pertambangan.
“Dari 53.037 hektare kawasan hutan
dalam revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang diusulkan oleh pemerintah Provinsi Bengkulu, 80 persen kami analasis adalah untuk mengakomodir perluasan lahan tambang dan perkebunan skala besar sawit,” kata Direktur Yayasan Genesis Bengkulu, Uli Siagian dalam diskusi bertajuk "Di balik perubahan status hutan Bengkulu" di Bengkulu, Rabu.
Dari analisis atas usulan kawasan hutan yang dilepaskan kata Uli, sebagian besar kondisinya di lapangan telah “dirambah” dan ditanami sawit oleh perkebunan skala besar dan sebagian lainnya telah diberikan izin usaha pertambangan.
Dari 10 kabupaten dan kota yang mengusulkan pelepasan kawasan hutan, terdapat empat kabupaten yang mengakomodir kepentingan pengusaha tambang dan sawit dalam usulannya yaitu Kabupaten Mukomuko, Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah dan Seluma.
Ia mencontohkan Kabupaten Mukomuko yang mengusulkan seluas 12.417 ha hutan untuk dilepas, di mana 7.915 ha telah dibebani izin HGU perkebunan sawit milik PT Agromuko (SIPEF Grup), PT Daria Dharma Pratama dan PT Alno Agro Utama.
Sementara di Kabupaten Bengkulu Utara usulan kawasan hutan yang dilepaskan seluas 22.671 ha di mana 80 persen dibebani izin pertambangan PT Inmas Abadi dan PT Bengkulu Utara Gold serta HGU perkebunan sawit milik PT Sandhabi Indah Lestari dan PT Alno Agro Utama.
Selanjutnya Kabupaten Bengkulu Tengah mengusulkan 5.267 ha 95 persen dibebani oleh izin pertambangan milik PT Bengkulu Utara Gold, PT Kusuma Raya Utama serta izin PT Bara Mega Quantum.
Berikutnya Kabupaten Seluma mengusulkan pelepasan 4.644 ha kawasan di mana seluas 3.375 ha untuk menghubungkan empat desa enclave Desa Sinar Pagi, Desa Sekalak, Desa Talang Empat, dan Desa Lubuk Resam namun faktanya di lapangan seluas 90 persen wilayah ini dikapling oleh izin tambang dengan tahap izin operasi produksi yang diberikan kepada PT Bara Indah Lestari, PT Bumi Arya Syam dan Syah Resources serta PT Ratu Samban Mining.
Uli menilai, revisi RTRW khususnya dalam usulan pelepasan kawasan hutan seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat, bukan sebaliknya melayani korporasi.
Menurut dia, tindakan pelepasan kawasan hutan yang sudah ditanami sawit oleh perkebunan skala besar adalah tindakan membenarkan kejahatan terhadap UU Kehutanan.
“Kami akan menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang kajian ini dan melaporkan perusahaan perkebunan yang sudah masuk ke kawasan hutan untuk diberikan tindakan penegakan hukum,” ucapnya.
Sementara Ketua Karang Taruna Kelurahan Kandang Kota Bengkulu, Jaya mengatakan pelepasan kawasan hutan pada revisi RTRW kali ini seharusnya memprioritaskan kepentingan masyarakat yang selama turun-temurun telah mendiami suatu kawasan kemudian dipetakan dan ditunjuk serta ditetapkan sebagai kawasan hutan oleh pemerintah.
Ia mencontohkan ratusan kepala keluarga di Kelurahan Kandang yang sudah bermukim di wilayah itu sejak 1900-an ternyata dimasukkan dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pantai Panjang-Pulau Baai.
Ia berharap pemerintah Provinsi Bengkulu memperjuangkan kepentingan rakyat dalam revisi RTRW tersebut.
Baca juga: Bengkulu babat 220 hektare lahan sawit di hutan
Baca juga: Pengelolaan hutan desa Bengkulu terbaik nasional
Pewarta: Helti Marini S
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019