• Beranda
  • Berita
  • Palestina sebut Deal of The Century sebagai Kesepakatan Terburuk

Palestina sebut Deal of The Century sebagai Kesepakatan Terburuk

26 Juni 2019 20:07 WIB
Palestina sebut Deal of The Century sebagai Kesepakatan Terburuk
Duta Besar Palestina Zuhair Al Shun (tengah) dalam konferensi pers terkait pernyataan sikap Palestina terhadap Konferensi Bahrain, di Jakarta, Rabu (26/6/2019). (ANTARA/Suwanti)

Palestina menanggapi proposal perdamaian yang digagas oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump atau Deal of The Century (Kesepakatan Abad Ini) sebagai kesepakatan terburuk.

“Kami menamainya Shafaqatul 'Aar, Kesepakatan Terburuk,” kata Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al Shun dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.

Menurut Zuhair, proposal perdamaian itu tidak akan menguntungkan Palestina, justru sebaliknya hanya akan berpihak kepada lawan mereka, Israel.

Palestina menganggap bahwa Trump, dengan proposal perdamaian tersebut, tidak menjadi penengah sama sekali.

“Israel adalah mitra sebenarnya dari proyek-proyek perdamaian yang dicetus oleh Donald Trump,” ujar Zuhair.

Proposal perdamaian Palestina-Israel dengan bentuk proyek ekonomi rencananya akan diajukan AS dalam Konferensi Bahrain yang digelar di Kota Manama pada 25-26 Juni 2019.

Menurut Zuhair, proyek ekonomi itu ditunggangi kepentingan para pengusaha AS, dan nantinya orang-orang Israel yang akan memasarkan proyek tersebut kepada para tetangga di wilayah Arab.

“Pertanyaannya, kenapa bantuan ini tidak diberikan secara langsung kepada Palestina agar Palestina yang akan mengaturnya sendiri?” ujar Zuhair.

Klaim Amerika yang ingin memberikan proyek bantuan dianggap Palestina sebagai suatu langkah tipu daya yang hanya akan mempersulit negara itu.

“Jika kita lihat sejarah yang ada, ternyata Amerika jugalah yang memutus bantuan yang diberikan berbagai pihak kepada Palestina,” ungkap Zuhair.

Istilah Kesepakatan Terburuk dilontarkan Palestina juga terkait dengan rencana pemindahan ibu kota Israel ke Alquds atau Yerusalem, yang padahal telah diakui secara internasional sebagai ibu kota Palestina.

Lebih lanjut, pemindahan ibu kota itu akan merembet pada pengesahan pemukiman orang-orang Israel di tanah Palestina dan pengakuan batas wilayah Israel yang langsung menempel dengan Yordania.

“Hal ini akan memberikan dampak yang luar biasa bagi masyarakat Palestina terutama bagi para pengungsi yang ada di luar Palestina,” tambah Zuhair.

Bagaimanapun, Zuhair menyebut, Yerusalem adalah redline atau wilayah yang terlarang dari penjajahan. Karena hal itu, Palestina menunjukkan sikap yang jelas atas sengketa terhadap wilayah tersebut.

“Kami akan terus bertahan dengan perjuangan kami untuk tidak membiarkan Yerusalem begitu saja diambil oleh orang-orang yang tidak berhak sampai terwujud sebuah kemenangan,” ucap Zuhair.
 

Pewarta: Suwanti
Editor: Eliswan Azly
Copyright © ANTARA 2019