• Beranda
  • Berita
  • Perencanaan Perda Zonasi Pesisir harus lebih melibatkan nelayan

Perencanaan Perda Zonasi Pesisir harus lebih melibatkan nelayan

27 Juni 2019 17:57 WIB
Perencanaan Perda Zonasi Pesisir harus lebih melibatkan nelayan
Ilustrasi Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Dokumentasi Kementerian Kelautan dan Perikanan)
Perencanaan peraturan daerah terkait penentuan zonasi untuk kawasan pesisir yang sedang digodok oleh berbagai pemerintah daerah di Tanah Air ke depannya harus lebih melibatkan kelompok nelayan karena mereka adalah aktor utama dari aktivitas di wilayah pesisir.

"Harusnya nelayan ikut merumuskan, bukan sekadar dilibatkan dalam sosialisasi setelah sudah ada drafnya," kata Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati, ketika dihubungi Antara di Jakarta, Kamis.

Menurut Susan Herawati, bila nelayan hanya sekadar terlibat dalam sosialisasi maka akan sangat sukar bagi mereka bila ingin memberikan masukan karena ada alasan keterbatasan waktu dalam perumusan perda.

Sekjen Kiara juga menyoroti masih adanya perda zonasi pesisir yang ternyata juga ikut "merampas" ruang kelola masyarakat karena adanya aktivitas seperti reklamasi, pertambangan, dan kepelabuhanan.

Sebelumnya, regulasi yang terkait dengan zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil dinilai perlu menjadi prioritas legislasi di daerah dalam rangka mengatur pengelolaan tata ruang laut dalam rangka memajukan pemberdayaan sumber daya alam kelautan dan perikanan nasional.

Ketua Umum Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) Muh Zulficar Mochtar mendesak berbagai pemerintah daerah untuk dapat segera menyelesaikan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).

"Tantangan politisnya lebih besar sehingga pendekatan intensif kepada DPRD agar isu ini menjadi prioritas legislasi di daerah," kata Zulficar yang juga menjabat sebagai Dirjen Perikanan Tangkap KKP ini.

Menurut dia, tantangan pembangunan di pesisir dan pulau-pulau kecil saat ini adalah bagaimana upaya penataan kembali pengalokasian ruang untuk kegiatan pembangunan agar tidak tumpang tindih dan tidak terjadi konflik kepentingan.

Selain itu, ujar dia, hal tersebut juga penting untuk menjadi landasan dalam proses penyusunan rencana pembangunan menjadi lebih terintegrasi.

Ia mengingatkan adanya kejadian pencemaran minyak di Teluk Balikpapan karena pipa yang ditabrak dan kapal pesiar Caledonia Sky yang menabrak terumbu karang di Raja Ampat pada 2018 lalu, menjadi contoh betapa pemanfaatan laut belum terkoordinasi dengan baik dan tumpang tindih oleh sektor pembangunan.

Sebagaimana diwartakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut menyatakan bahwa hingga saat ini, sudah ada 21 provinsi yang telah menetapkan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).

Rilis KKP yang diterima menyatakan bahwa Pemerintah Pusat terus mendorong Pemerintah Provinsi untuk segera menyelesaikan pembuatan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) secepat mungkin.

Selain 21 provinsi yang telah menetapkan Perda RZWP3K, dilaporkan pula bahwa pada saat ini 1 provinsi telah dievaluasi Kemendagri, 1 provinsi dalam proses pembahasan di DPRD, dan 11 provinsi masih dalam proses penyelesaian dokumen RZWP3K.

Ke-21 provinsi yang sudah mempunyai Perda RZWP3K itu, adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, NTB, NTT, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Maluku Utara.

Baca juga: KKP optimistis seluruh provinsi tetapkan perda zonasi pesisir

Baca juga: Daerah diminta prioritaskan regulasi zonasi pesisir

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019