PT PLN (Persero) dinilai perlu memperbanyak pemakaian tenaga listrik untuk pedesaan terutama di daerah terpencil dan pulau-pulau kecil dengan penggunaan panel surya untuk memperbesar penggunaan energi terbarukan di Tanah Air.genset tidak tepat karena berbahan baku solar sehingga membawa BBM, terutama ke kawasan timur Indonesia, tidak murah harganya
"Indonesia beriklim tropis serta berada di garis khatulistiwa sehingga memiliki tenaga matahari yang sangat baik," kata Anggota Komisi VI DPR RI Mohammad Hatta di Jakarta, Kamis.
Menurut Hatta, sangat tidak tepat bila PLN lebih mengutamakan pemberian genset untuk listrik desa, apalagi bila penggunaaan alokasi anggaran untuk hal tersebut menggunakan penyertaan modal negara.
Politisi PAN itu berpendapat bahwa genset tidak tepat karena berbahan baku solar sehingga membawa BBM, terutama ke kawasan timur Indonesia, tidak murah harganya.
"Kenapa tidak solar cell (panel surya) saya yang ditingkatkan oleh PLN dibanding menggunakan listrik dari genset," katanya.
Ia juga menuturkan, saat ini banyak genset yang tidak terpakai sedangkan penganggaran untuk hal itu masih ada.
Untuk itu, pola-pola semacam itu harus diubah sehingga kondisi finansial PLN juga bisa lebih sehat.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebut pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) masih sangat lambat meski Indonesia kaya terhadap potensi sumber daya EBT.
Fabby menuturkan sepanjang 2015-2018, penambahan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan hanya 882 mega watt (MW). Padahal, di era sebelumnya, yakni 2010-2014, kapasitas pembangkit EBT bisa mencapai 2.615,7 MW.
Kalau ini diteruskan sampai 2019, ia memperkirakan bahwa jumlah itu hanya bertambah 300 MW sehingga total kapasitas maksimum hanya 1.200 MW.
Dengan capaian porsi EBT dalam bauran energi yang saat ini baru 8 persen, pemanfaatan EBT masih disebut sangat lambat. Padahal sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) capaian saat ini seharusnya sudah mencapai 16 persen agar bisa mencapai target 23 persen pada 2025.
Rasio elektrifikasi pun ditaksir naik memenuhi target 96 persen pada akhir 2019. Namun, lanjutnya, regulasi yang ada justru dinilai menghambat perkembangan EBT.
Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyebutkan bahwa pemanfaatan EBT membutuhkan modal sekitar 90 miliar dolar AS untuk bisa mencapai target 23 persen dalam bauran energi nasional pada 2025.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019