Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang putusan perkara sengketa Pilpres 2019 menyatakan tidak menerima dalil pemohon yang menemukan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) tidak wajar dalam Pemilu 2019.Berdasarkan seluruh pertimbangan, mahkamah berpendapat dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum
"Setelah mahkamah mencermati dalil pemohon, mahkamah menemukan bahwa penjumlahan pemilih tidak wajar dalam DPT dan pemilih dalam DPK menghasilkan jumlah 23,2 juta pemilih, dan bukan 22.034.193 pemilih sebagaimana didalilkan pemohon," ucap Hakim Saldi Isra saat membacakan putusan sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis malam.
Majelis hakim menilai, kesaksian Agus Maksum yang mengatakan bahwa pihaknya menemukan adanya DPT yang tidak sesuai dengan catatan KTP serta kartu keluarga itu tidak dapat ditemukan oleh mahkamah. Jumlah 17,5 juta orang itu juga tidak dapat dibuktikan terdata dalam DPT karena pemohon tidak menunjukkan TPS tempat pemilih terdaftar.
Sementara itu, kesalahan-kesalahan terkait jumlah pemilih juga sempat dibenarkan oleh pihak termohon. Termohon mengakui terdapat perbaikan sebagaimana telah dipertimbangkan oleh mahkamah.
Namun, klaim pemohon yang menyebut ada 22.034.193 pemilih "siluman" pun, menurut mahkamah tidak bisa diterima karena pemohon tidak dapat menghadirkan alat bukti lain yang dapat ditunjukkan. Pemohon juga tidak mampu meyakinkan mahkamah bahwa pemilih tersebut telah menggunakan hak pilihnya dan telah mengakibatkan kerugian terhadap pemohon.
"Berdasarkan seluruh pertimbangan, mahkamah berpendapat dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum," ujar Saldi.
Agus Maksum merupakan saksi yang dihadirkan pemohon untuk memberikan kesaksiannya terkait temuan NIK yang tidak sesuai dengan nomenklatur dan DPT yang tidak wajar karena tidak sesuai dengan catatan KTP serta kartu keluarga.
Agus sempat menyebut pihaknya menemukan adanya KTP dan kartu keluarga (KK) yang manipulatif. Hal itu dia katakan karena nomor dari KTP dan KK tersebut memiliki nomor yang tidak sesuai dengan nomenklatur.
Kendati demikian, Agus mengaku dirinya tidak pernah membuktikan apakah pemilik KTP dan KK tersebut benar ada dan menggunakan hak pilihnya atau tidak.
Dalam salah satu permohonannnya, kuasa hukum Prabowo-Sandiaga memerintahkan KPU untuk menetapkan pemilih berdasarkan DPT yang dapat dipertanggungjawabkan dengan melibatkan pihak yang berkepentingan dan berwenang, dan meminta mahkamah untuk memerintahkan kepada termohon (KPU) untuk seketika untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan pasangan calon tersebut.
Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019