Mayor Farima Isaac (47) didakwa di satu pengadilan militer di Cape Town pada Selasa (25/6) karena mengabaikan perintah agar tidak memakai jilbab saat mengenakan seragam.
"Kami telah mengirim surat kepada Menteri Pertahanan untuk menyampaikan keprihatinan kami dan keberatan atas masalah ini. Kami percaya ini inkonstitusional. Itu bertolak-belakang dengan semangat dan isi undang-undang dasar kami," kata Faisal Suliman, Ketua Jaringan Muslim Afrika Selatan (SAMNET) kepada Kantor Berita Turki, Anadolu, Selasa malam.
Suliman mengatakan ia percaya tindakan disilipner terhadap Fatima menghalangi pembangunan masyarakat yang multi-plural.
"Kami percaya jilbab tidak mencampuri urusan seragam dan juga tidak kemampuan Mayor Fatima atau orang lain," kata Suliman, sebagaimana dikutip Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat.
Ia juga mendesak Pasukan Pertahanan Nasional Afrika Selatan (SANDF) agar melakukan perubahan yang diperlukan pada kode etik berpakaiannya untuk mengakomodasi semua kelompok kepercayaan.
Fatima telah bekerja sebagai ahli patologi forensik di satu rumah sakit militer di Cape Town, tempat ia telah memakai jilbab selama bertahun-tahun, kendati ada perintah untuk membukanya.
Namun pekan lalu, perwira itu menerima peringatan tertulis terakhir dan pekan ini dihadirkan di pengadilan militer.
Kepala Royal House of Mandela juga mengeluarkan pernyataan yang mengutuk peristiwa tersebut.
"Tak terbayangkan Pasukan Pertahanan Nasional Afrika Selatan akan menolak hak seorang pegawai untuk melaksanakan kebebasan agamanya untuk memakai jilbab," katanya.
Royal House of Mandela juga menteri Menteri Pertahanan agar menyisihkan tindakan disipliner terhadap Fatima, dan mengatakan itu adalah fitnah nyata terhadap hak Fatima untuk melaksanakan kebebasan agamanya.
Baca juga: ANC tetap berkuasa di Afrika Selatan tapi suaranya berkurang
Baca juga: Afrika Selatan tangkap 38 tentara di markas militer
Baca juga: 59 orang ditahan dalam protes pasca-pemilu di Afrika Selatan
Sumber: Anadolu Agency
Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019