Para jenderal dan koalisi oposisi telah bermusyawarah selama beberapa pekan dan mereka belum mencapai kesepakatan mengenai pemerintahan transisi di Sudan setelah militer menggulingkan Presiden Omar al-Bashir yang sudah berkuasa untuk waktu yang lama pada 11 April.
Para penengah yang dipimpin oleh AU dan Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed sejak itu berusaha menjembatani dan mengusulkan kedua pihak untuk kembali mengadakan pembicaraan langsung.
Pada Kamis AU dan Ethiopia menyerahkan proposal bersama kepada kedua pihak setelah dewan militer itu menolak usulan Ethiopia sebelumnya dan menyerukan usaha-usaha mendiasi agar bersatu.
Rancangan proposal bersama yang dilihat oleh Reuters menunjukkan perubahan-perubahan sedikit dari proposal yang sudah diajukan Ethiopia sebelumnya. Koalisi para pemerotes telah sepakati proposal Ethiopia.
"Sudah ada sejumlah perubahan tetapi secara umum proposal itu cocok untuk menyeleanggarakan negosiasi guna mencapai kesepakatan akhir menuju pembentukan institusi-institusi pemerintahan peralihan ...." kata Letnan Jenderal Shams El Din Kabbashi, juru bicara dewan itu.
Disebutkan di dalam proposal bersama itu, sebuah dewan berdaulat yang akan mengawasi transisi yang dibuat oleh tujuh orang sipil dan tujuh anggota dari pihak militer dengan satu kursi tambahan disediakan bagi anggota independen. Perimbangan di dalam keanggotaan dewan telah menjadi titik perbedaan pendapat selama beberapa pekan setelah Bashir digulingkan.
Namun, susunan dewan legislatif hanya akan diputuskan setelah kesepakatan ditandatangani. Di dalam rancangan-rancangan sebelumnya anggota koalisi Kekuatan Kebebasan dan Perubahan (FFC) yang beroposisi akan berjumlah dua pertiga dari dewan iersebut.
Para pegiat yang memimpin protes-protes selama beberapa bulan menentang Bashir telah menyerukan pawai sejuta orang pada Ahad untuk mencoba menggelorakan tekanan jalanan atas dewan militer itu dan menyerukan untuk menyerahkannya kepada pihak sipil.
Bashir memerintah Sudan selama hampir 30 tahun sebelum digulingkan setelah krisis ekonomi yang berkepanjangan dan aksi jalanan selama 16 pekan.
Stabilitas Sudan dipandang krusial bagi kawasan di Timur Tengah dan Afrika. Berbagai kekuatan eksternal termasuk negara-negara kaya di Teluk mencoba memberikan pengaruhnya.
Sumber: Reuters
Pewarta: Mohamad Anthoni
Editor: Eliswan Azly
Copyright © ANTARA 2019