"NKRI tidak akan berakhir karena isu ekonomi ataupun isu politik, namun negara kita bisa berakhir kalau terjadi masalah SARA yang masif. Terutama kalau kerukunan antarsuku, lebih-lebih antar-agama terus terganggu bahkan kalau kemudian muncul konflik agama yang masif, maka disitulah akan disebut tragedi kebangsaan Indonesia, dan di situlah NKRI bisa berakhir," kata Ida Pangelingsir Sukahet, di Denpasar, Senin.
Baca juga: Rektor: Presiden terpilih tingkatkan pengembangan teknologi
Baca juga: KPU koordinasi dengan MPR untuk pelantikan presiden
Dia mencontohkan bangsa Indonesia pernah mengalami tekanan ekonomi dan kesejahteraan yang sangat parah sejak saat Kemerdekaan sampai tahun 1966, tetapi karena kita tetap rukun dan guyub maka Indonesia tetap kokoh berdiri.
"Kita pernah mengalami tragedi politik yang dahsyat yaitu pada tahun 1965 dan tahun 1998, namun karena tragedi politik maupun ekonomi saat itu tidak menyeret-nyeret isu agama, maka yang terjadi hanyalah pergantian rezim dan perpecahan elit politik saja. NKRI tetap kokoh bersatu dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote," ucapnya.
Tetapi, menurut Ida Pangelingsir, NKRI bisa berakhir jika sampai terjadi konflik SARA yang masif. Oleh karenanya, hal ini harus dicegah melalui pendekatan sosial maupun pendekatan sistem hukum dan ketegasan penegakan hukum.
"Kerukunan antarsuku dan antar-agama adalah segala-galanya bagi Indonesia. Mengantisipasi keadaan sekarang dimana kehidupan beragama cenderung semakin eksklusif, maka pranata membangun kerukunan, membangun kehidupan beragama yang lebih inklusif, moderasi beragama yang ke-Indonesiaan harus dijadikan prioritas utama," ujarnya yang juga Ketua FKUB Provinsi Bali itu.
Sebelumnya bersama FKUB Bali, Forpela (Forum Perempuan Lintas Agama ) dan Forgimala (Forum Generasi Muda Lintas Agama), pihaknya juga telah mengadakan acara syukuran dan doa bersama terkait selesainya tahapan Pemilu Presiden 2019 yang dihadiri sekitar 200 tokoh lintas agama, tokoh adat dan pera pejabat di Bali pada Sabtu (29/6) di Puri Denbencingah, Semarapura, Klungkung.
Diantaranya hadir dalam acara tersebut Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Benny Susianto, Sekda Bali Dewa Made Indra, Danrem 163 Kol. Arh M Suharyadi, Irwasda Polda Bali, Kajati Bali, Pengadilan Tinggi Bali, Wakil Bupati Karangasem Artha Dipa, Kepala Ombudsman Bali Umar Ibnu Alkhatab, Pejabat Lanud, Pejabat Lanal Bali, BIN Bali dan undangan lainnya.
Turut hadir pula Bendesa Madya Desa Adat se Bali, perwakilan Kanwil Agama, Kesbangpol, Kepala Kantor Agama se-Bali, Perwakilan Wilayahh NU, PW Muhammadiyah serta tokoh lainnya.
Acara tersebut juga dihadiri tamu khusus FKUB dan Forkompinda Kota Tomohon Sulawesi Utara. Acara diawali dengan lantunan doa dan syukur oleh tokoh dari enam agama, kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
"Kami berterima kasih kepada MK, KPU, Bawaslu TNI, Polri, Gubernur, dan semua masyarakat sehingga Pemilu 17 April 2019 berjalan dan berproses dengan sangat baik, lancar, jujur, adil, transparan, aman dan damai, juga dengan telah diputuskannya Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024 oleh Mahkamah Konstitusi," kata Ida Pangelingsir.
Hal senada sebelumnya disampaikan oleh Pangdam IX/Udayana Benny Susianto yang menyatakan kita tidak boleh terpecah karena beda pilihan politik, beda pilihan presiden, semuanya telah selesai dan bangsa Indonesia mesti rukun dan bersatu kembali.
Sekretaris Daerah Bali Dewa Made Indra juga menekankan betapa pentingnya membangun dan merawat persatuan dan kerukunan di tengah tengah masyarakat kita yang majemuk.
Baca juga: Riset kebencanaan perlu terus didorong presiden terpilih
Baca juga: Bersatu kembali untuk merealisasikan harapan rakyat
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019