Romli dalam keterangannya di Jakarta, Senin, menilai ada tiga kasus kriminal yang melibatkan individu di internal KPK justru jalan di tempat. Dua perkara menyangkut mantan pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, serta satu kasus yang melibatkan penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Begawan hukum pidana terkemuka di Indonesia ini heran mengapa kejaksaan menghentikan tiga kasus tersebut.
"Novel itu sudah kalah di sidang praperadilan, kok, jaksa berhenti. Bongkar lagi dan teruskan saja," kata Romli.
Menurut dia, keberadaan kasus-kasus seperti ini tidak sepantasnya menggunakan institusi KPK sebagai tameng dan tempat berlindung.
Selain itu, Romli melihat isu radikalisme juga sudah menjalar di tubuh KPK.
Romli juga mengapresiasi keterlibatan beberapa lembaga negara lain dalam seleksi capim KPK kali ini. Pada periode seleksi sebelumnya, panitia seleksi cuma melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kali ini, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) didaulat juga ikut menyeleksi capim KPK.
Diharapkan, pelibatan seperti ini bisa menghasilkan pimpinan KPK yang kredibel, memiliki pengetahuan dan pengalaman hukum pidana yang mumpuni, dan berani bersih-bersih KPK.
Ketiadaan beberapa indikator di atas, menurut Romli, membuat pimpinan KPK kalah power dari bawahannya.
“Pimpinan harus punya pengetahuan lebih dan pengalaman. Kalau tidak bisa mengoreksi bawahan, sebaiknya mundur saja dari sekarang," ujar Romli.
Posisi Ideal
Di sinilah, menurut Romli, komposisi figur pimpinan KPK harus kembali ke posisi ideal, seperti 2 periode awal. Kala itu, pimpinan KPK memiliki latar belakang beragam: polisi, jaksa, birokrat, pegiat lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan menguasai ekonomi keuangan.
Mereka bisa bekerja profesional serta tahu dan paham kultur birokrasi, termasuk budaya masyarakat. Dari situ tercipta hubungan antarlembaga, khususnya dengan sesama institusi penegak hukum, yaitu kepolisian dan kejaksaan, bisa berjalan harmonis.
Hubungan baik kepolisian dan kejaksaan ini sudah menjadi amanat UU KPK serta merupakan tujuan pendiriannya. Selain memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), tujuan pendirian KPK itu untuk membantu polisi dan jaksa dalam menegakkan hukum. Ketiga lembaga ini harus menjadi partner dan saling menghormati.
Oleh karena itu, pihaknya menyambut baik keikutsertaan beberapa perwira tinggi (pati) Polri dalam seleksi capim KPK. Langkah ini seharusnya diikuti Kejaksaan Agung dengan mengirimkan minimal Asisten Tindak Pidana Bagian Umum dan Asisten Tindak Pidana Khusus dalam seleksi tersebut.
Romli pun mengapresiasi partisipasi dua pati Polri berbintang dua dalam seleksi capim KPK yang dianggapnya sangat memenuhi kualifikasi. Keduanya adalah Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri Inspektur Jenderal Polisi Antam Novambar dan perwira tinggi Bareskrim Polri yang sedang dalam penugasan di Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Inspektur Jenderal Pol. Dharma Pongrekun.
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019