"Begitu saya masuk KONI, prioritas pertama adalah menata komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan olahraga, dengan Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), KOI, dan dengan pimpinan cabang olahraga," kata Marciano saat berdiskusi dengan para pewarta di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Senin.
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Tae Kwon Do Indonesia (PB TI) ini juga menuturkan harapannya agar KONI dapat menjadi organisasi yang independen dalam hal keuangan.
"Jangan kita bangga memimpin organisasi yang nombok. Kita harus bangga untuk membawa organisasi itu menuju kepada kemandiriannya," ujar mantan kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini.
Lulusan Akademi Militer tahun 1978 ini juga menyatakan bahwa dirinya tidak ragu untuk mengurangi jumlah kepengurusan KONI jika dianggap terlalu "gemuk." Namun untuk memangkas pengurus-pengurus yang dinilai kurang berkontribusi, ia akan melakukannya dengan manusiawi.
Sebagai seorang purnawirawan, Marciano sadar dengan anggapan sebagian orang yang resah jika mayoritas pengurus KONI adalah tokoh militer. Namun menurut dia, kerja sama antara militer dan sipil semestinya tidak menjadi masalah demi kemajuan olahraga Indonesia.
"Memang saat saya masuk (BIN), ada tentaranya, ada polisi, ada sipil. Sehingga terjadi kolaborasi di antara mereka untuk menghadapi tantangan tugas yang ada," kata Marciano memberikan perbandingan dengan saat ia mengepalai BIN.
Sebagai penutup, Marciano berjanji akan segera mengurusi kekisruhan kepengurusan di berbagai organisasi olahraga.
"Bicara olahraga, kita harus menempatkan atlet itu sebagai prioritas. Jangan sampai setiap hari yang di media itu kegaduhan pengurusnya," pungkasnya.
Pewarta: A Rauf Andar Adipati
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2019