Emmanuel Gregoire mengatakan pada Le Parisien, seperti dilansir Reuters, bahwa situasi di Paris tidak separah Venesia atau Barcelona yang penuh sesak oleh turis, namun warga Paris merasa khawatir tentang meningkatnya bus-bus turis.
"Kami tidak lagi menginginkan anarki bus wisata di Paris .... Bus tidak lagi diterima di jantung kota," kata Gregoire.
Paris dirambah oleh puluhan bus bertingkat yang mengantar wisatawan di antara monumen utama, serta pemandu wisata internasional yang mendatangkan pelancong berdana terbatas dari seluruh Eropa.
Gregoire mengatakan kota itu sedang menunggu undang-undang baru untuk mengurangi lalu lintas bus dan akan menempatkan tempat parkir di luar kota sehingga bus tidak lagi dikemudikan ke pusat kota.
Undang-undang baru Perancis tentang mobilitas akan memberi otoritas lokal lebih banyak kekuatan untuk mengatur lalu lintas lokal dan pilihan transportasi baru seperti sepeda sewaan dan skuter listrik.
Wisatawan dapat melakukan seperti yang dilakukan orang lain dan beralih ke pilihan mobilitas yang ramah lingkungan atau menggunakan transportasi umum. Kami butuh perubahan, ”kata Gregoire.
Dia menambahkan bahwa pemandu wisata harus beradaptasi dengan mengembangkan tur dengan bersepeda atau jalan kaki sambil mengenakan headphone.
Tahun lalu, Paris dan wilayah Ile-de-France di sekitarnya mencatat kedatangan turis sejumlah 50 juta orang, naik dari 48 juta pada 2017, meskipun kadang-kadang ada demonstrasi “rompi kuning” terhadap pemerintah yang dimulai November lalu.
Prancis adalah negara yang paling banyak dikunjungi di dunia, menerima rekor 89,4 juta pengunjung tahun lalu, naik dari 86,9 juta pada 2017.
Baca juga: Indonesia promosikan pariwisata dan produk UKM di Rennes Prancis
Baca juga: Bis turis di Paris promosikan Wonderful Indonesia
Baca juga: Syuting di Prancis, Dimas Anggara wisata sejarah
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019