Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly menyebut hal tersebut bertujuan untuk mengupayakan pengungkapan dari pemilik manfaat korporasi.
"Pengungkapan pemilik manfaat menjadi penutup atas potensi contoh tindak kejahatan, mengingat banyaknya upaya pengelabuan informasi pemilik manfaat melalui tindakan tindakan berlapis dengan menggunakan corporate vehicle antara lain 'shell companies atau nominees'," ujar Yasonna di Jakarta, Rabu (3/7).
Baca juga: Polisi geledah kantor Anderlecht terkait dugaan pencucian uang
Baca juga: Polisi tangkap Ketua Kadin Bali di Jakarta
Baca juga: Jaksa Agung: Penegakan hukum Bachtiar Nasir bukan berlatar politik
Ia menyebut penandatanganan nota kesepakatan tersebut merupakan jawaban dari tantangan dalam penegakan hukum khususnya tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan tindak pidana pendanaan terorisme.
Hal itu selaras dengan salah satu rencana aksi strategi nasional pencegahan korupsi sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.
Yasonna mewakili Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia bersama beberapa menteri lainnya yang tampak yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Sofyan Djalil, serta perwakilan dari Kementerian ESDM, Kementerian Pertanian dan Kementerian Koperasi/UMKM.
Acara tersebut juga dihadiri oleh perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni Laode M. Syarif.
Penandatanganan nota kesepahaman dan perjanjian kerjasama tersebut sebagai penutup rapat koordinasi pengendalian capaian kinerja Kemenkumham yang telah berjalan selama enam bulan.
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019