"Kita kan sedang melakukan pencermatan ulang, jadi anggaran Pilkada sebesar Rp20,5 miliar hasil review Inspektorat sudah dikembalikan ke kami, dan kami melakukan proses pencermatan ulang," kata Ketua KPU Bantul Didik Joko Nugroho di Bantul, Rabu.
Baca juga: Kemendagri: 99 persen perekaman KTP-el cukup untuk Pilkada demokratis
Baca juga: Kemendagri siapkan kebijakan dukungan Pilkada 2020
Baca juga: Kemendagri minta TPS Pilkada 2020 diperbanyak
Menurut dia, anggaran Pilkada 2020 yang diusulkan KPU Bantul ke pemerintah daerah beberapa bulan lalu sebesar Rp29 miliar, namun setelah direview tim dari Inspektorat diturunkan menjadi Rp20,5 miliar yang kemudian dikembalikan ke lembaganya.
Dia mengatakan, dalam proses pencermatan ulang ini, KPU akan mencoba melihat kebutuhan mana saja yang tetap harus ada dan kebutuhan mana saja yang bisa dilakukan rasionalisasi atau diturunkan agar bisa menyesuaikan anggaran hasil review.
"Salah satu contoh yang harus tetap kita pertahankan terkait dengan honor badan 'ad hoc' mulai dari KPPS, PPS dan PPK yang memang kami minta tidak terlalu turun dibanding dengan (Pemilu) 2019," katanya.
Didik mengatakan, poin kedua terkait dengan beberapa kegiatan di badan 'ad hoc' tersebut terutama terkait dengan sosialisasi pentingnya pemilihan akan tetap didorong untuk tetap dimasukkan dalam anggaran Pilkada.
"Paling tidak honor itu yang menjadi pencermatan kami kemarin, karena kalau hasil 'review' sangat turun, kami minta jangan terlalu turun untuk honor ini, saya akan memberikan argumen ke TAPD (tim anggaran pemerintah daerah) agar memahami," katanya.
Dia menyebutkan, pada pelaksanaan Pemilu serentak 2019 untuk petugas PPK tingkat kecamatan diberi honor sebesar Rp1,8 juta per bulan untuk ketua, sedangkan anggotanya sebesar Rp1,6 juta, sehingga kalau diturunkan harapannya tidak terlalu jauh.
"Misalnya kalau diturunkan masih di angka Rp1,5 juta kan tidak terlalu jauh, kemudian untuk PPS kemarin (Pemilu 2019) anggarannya sebesar Rp900 ribu, misalnya turun jangan terlalu jauh hanya sekitar Rp100 ribu saja," katanya.
Didik mengatakan, yang menjadi pertimbangan agar honor badan ad hoc terutama PPK dan PPS agar tidak berkurang jauh dari Pemilu karena mereka itu merupakan ujung tombak penyelenggara pemilu di tingkat bawah.
"Proses pemilu atau pilkada ada di badan 'ad hoc' di KPPS, PPS dan PPK, mereka itu taruhannya adalah profesionalitas dan independensi, ini yang kemudian saya minta ada pertimbangan khusus terkait dengan honor," katanya.
Pewarta: Hery Sidik
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019