"Pekerjaan rumah (PR) berat tentang masalah gizi yaitu gizi buruk, gizi kurang dan kekerdilan serta membengkaknya kasus penyakit tidak menular seperti diabetes, stroke, jantung dan sebagainya. PR lama juga masih jadi beban yaitu penyakit infeksi seperti TBC dan AIDS," kata Ketua IDI Daeng Mohammad Faqih saat dihubungi Antara, Jakarta, Kamis.
Untuk itu, pemerintah ke depan perlu fokus dan lebih gencar melakukan program promotif dan preventif di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan posyandu.
Daeng menuturkan yang penting segera ditangani juga adalah pembenahan sistem pelayanan dengan Jaminan Kesehatan Nasional.
"Jangan sampai BPJS Kesehatan gagal bayar atau kesulitan pembayaran ke fasilitas pelayanan, karena akan menyebabkan rentetan panjang pada kualitas pelayanan, keamanan pasien (patient safety), kualitas dan penghargaan kepada SDM kesehatan, dan masalah industri pendukung lainnya terutama sektor industri turunan industri obat dan alat kesehatan yang rentan terpukul," tuturnya.
Untuk itu, Daeng mengatakan harus segera ada kebijakan agar aliran pembayaran ke fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, klinik dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) tidak terganggu atau tertunda sehingga proses pelayanan tidak terganggu.
"Kalaupun ada kebijakan utang untuk menutup defisit, maka baiknya buat kebijakan yang berhutang adalah BPJS Kesehatan bukan fasilitas kesehatannya," ujarnya.
Lebih lanjut Daeng mengatakan perlu segera evaluasi dan koreksi kecukupan dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sesuai prinsip-prinsip rasional dan keekonomian untuk menjamin JKN yang baik dan berkelanjutan.*
Baca juga: IDI sebut perlu kebijakan luar biasa untuk turunkan angka stunting
Baca juga: IDI: Cawapres cukup soroti masalah "stunting"
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019