Peringatan disampaikan satu hari setelah mahasiswa tersebut dibebaskan dari penahanan oleh Pyongyang atas alasan yang masih misterius.
Sigley terbang ke Tokyo pada Kamis (4/7) untuk bergabung dengan istrinya, yang adalah warga Jepang.
Sigley sebelumnya menempuh studi di Pyongyang, Ibu Kota Korea Utara, dan dikabarkan hilang sejak 25 Juni.
Baca juga: Mahasiswa Australia yang hilang di Korut sudah kembali
"Saran saya sangat jelas, tinggallah di Jepang. Kembalilah ke Korea Selatan ... kembalilah ke Australia," kata Menteri Dalam Negeri Australia Peter Dutton kepada jaringan Nine.
"Semua pilihan itu lebih baik dibandingkan dengan kembali ke Korea Utara," kata Dutton. "Menurut saya, dia tidak akan membiarkan dirinya kembali ke situasi tersebut ... akhir ceritanya bisa akan sangat berbeda."
Sigley meninggalkan Korea Utara pada Kamis dan terbang ke Beijing. Di sana, ia ditemui oleh para pejabat Australia untuk memastikannya terbang ke Tokyo.
Di Bandara Haneda di Tokyo, Sigley menolak berkomentar ketika dikerumuni para wartawan. Ia hanya mengacungkan tangan tanda perdamaian sebelum dibawa pergi.
Masih belum ada kejelasan soal mengapa Sigley ditahan oleh pihak berwenang Korea Utara. Keterangan rinci soal pembebasannya juga tidak diketahui.
Baca juga: Mahasiswa Australia kunjungi Tambang Amman Mineral
Pihak berwenang Swedia membantu pembebasan Sigley karena Australia tidak memiliki perwakilan diplomatik di Korea Utara. Australia terpaksa harus tergantung pada negara-negara lain untuk bertindak mewakilinya.
Diplomat Swedia yang membantu pembebasan Sigley, Kent Harstedt, mengatakan kepada Reuters melalui telepon bahwa ia tidak diperbolehkan membocorkan perincian soal penahanan mahasiswa Australia tersebut.
"Yang saya bisa sampaikan hanyalah, kami menyambut baik bahwa Korea Utara siap mendengarkan argumentasi kami. Dan masalah ini dapat diselesaikan sangat cepat. Menurut saya, ini bagus untuk semua pihak terkait," kata Harstedt, yang dalam foto terlihat berada bersama Sigley di bandar udara di Beijing pada Kamis.
Swedia telah meningkatkan hubungannya dengan Korea Utara pada 2017 saat ketegangan antara Pyongyang dan Washington mencapai puncak.
Donald Trump menjadi presiden petahana AS pertama yang menginjakkan kakinya di Korea Utara ketika ia bertemu dengan Pemimpin Korut Kim Jong Un. Pertemuan tersebut terjadi di zona demiliterisasi pada Minggu (30/6) dalam upaya untuk melanjutkan pembicaraan yang macet soal nuklir.
Baca juga: Dubes ajak mahasiswa Surabaya studi ke Australia
Sumber: Reuters
Pewarta: Tia Mutiasari
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019