"Pada bulan Juli di wilayah Riau umumnya sudah mengalami musim kemarau, dan awal musim kemarau dimulai pada bulan Juni. Diperkirakan curah hujan terendah di bandingkan bulan-bulan lainnya," kata Sukisno di Pekanbaru, Jumat.
Menurut Sukisno, berdasarkan pengertian awal musim kemarau (BMKG) adalah apabila curah hujan yang terjadi dalam satu dasarian kurang dari 50 mm dan diikuti beberapa dasarian, atau curah hujan dalam 1 bulan kurang dari 150 mm.
Dasarian, katanya, adalah jumlah hujan dalam rentang waktu 10 hari, sedangkan intensitas El Nino saat ini dalam kategori lemah. "Intensitas El Nino yaitu El Nino lemah, El Nino moderat dan El Nino kuat. Dampak El nino tergantung intensitasnya," katanya.
Ia menjelaskan, untuk El Nino kuat dampaknya adalah penurunan curah hujan yang signifikan, bila terjadi di musim kemarau maka kemarau panjang dan kekeringan seperti pernah terjadi tahun 2015.
Sedangkan pada El Nino lemah pengaruhnya pada penurunan curah hujan namun relatif lebih sedikit penurunannya bila dibandingkan dengan waktu El Nino kuat, dampak El Nino di tiap daerah berbeda-beda.
"Oleh karena itu, pemerintah melalui BPBD juga mengajak masyarakat agar dapat memanfaatkan air secara efisien dan tidak membuka lahan dengan membakar, karena bila tidak bisa dikendalikan akan bisa berpotensi terjadi kebakaran hutan dan lahan," katanya.
Sementara itu musim kemarau, katanya lagi, diprediksi bisa berlangsung hingga September 2019.*
Baca juga: BPBD DKI: potensi kebakaran saat kemarau tinggi
Baca juga: 2.809 jiwa di Purbalingga terdampak kekeringan
Pewarta: Frislidia
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019