Kerja sama tersebut tertuang dalam nota kesepahaman yang diawali pada tanggal 28 Juli 2015 untuk kerja sama periode 2015 s.d. 2018, kemudian berlanjut dengan penandatanganan nota kesepahaman pada tahun 2019 s.d. 2022 di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat.
"Tercatat tren arus pengungsi dan pencari suaka yang memasuki wilayah Indonesia setiap tahun meningkat, terutama pengungsi Rohingnya dan Bangladesh," tutur Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
Baca juga: MER-C dan Komnas-HAM jajaki kerja sama kemanusiaan
Taufan menuturkan bahwa Indonesia sebenarnya bukan merupakan negara tujuan para pengungsi. Mereka tidak bermaksud tinggal dan menetap di Indonesia, tetapi kondisi tertentu menyebabkan pengungsi berada di Indonesia.
Komnas HAM dalam perspektif HAM menyoroti masalah utama para pengungsi dan pencari suaka, yakni pembatasan pergerakan, hak-hak anak dan perempuan, khususnya ibu hamil, hak memperoleh keadilan, hak atas informasi, serta perlindungan dari segala kerentanan.
Meskipun sudah memiliki peraturan terkait penanganan pengungsi dari luar negeri melalui Perpres Nomor 125 Tahun 2016, Indonesia belum meratifikasi Konvensi PBB tentang Status Pengungsi Tahun 1951 dan Protokol mengenai Status Pengungsi 31 Januari 1967.
Baca juga: Indonesia tanggapi saran UNHCR untuk ratifikasi konvensi pengungsi
Untuk itu, Komnas HAM memandang penting kerja sama dengan UNHCR untuk penanganan isu pengungsi, pencari suaka, dan orang tanpa kewarganegaraan.
Sejumlah kegiatan bersama antara Komnas HAM dan UNHCR untuk peningkatan upaya perlindungan terhadap pengungsi sebelumnya telah dilakukan, di antaranya pelatihan pemantauan detensi imigrasi serta pemantauan bersama di Rudenim Medan dan Rudenim Bali.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019