• Beranda
  • Berita
  • Dinilai kalah bersaing, RI sulit garap peluang dampak perang dagang

Dinilai kalah bersaing, RI sulit garap peluang dampak perang dagang

8 Juli 2019 11:33 WIB
Dinilai kalah bersaing, RI sulit garap peluang dampak perang dagang
Illustrasi Pengamat LPEM UI Fithra Faisal (kanan) pada forum diskusi di Jakarta, Kamis ((ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Bahkan secara konteks global value chain atau jaringan produksi global, kita sudah tertinggal dari negara-negara tersebut

Pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal menilai Indonesia akan sulit menggarap peluang dari imbas perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China karena masih kalah bersaing dengan negara-negara tetangga.

Menurut Fithra yang dihubungi di Jakarta, Senin, produk Indonesia seperti produk pertanian atau makanan dan minuman mungkin bisa masuk ke AS dan menggantikan sejumlah produk China.

“Tetapi pada saat bersamaan, kalau membandingkan secara kompetitif di ASEAN, seperti dengan Vietnam, Thailand, Filipina, dan Malaysia, dengan basis produk yang sama, mereka punya keunggulan komparatif yang lebih tinggi dibanding Indonesia dan mereka mengincar hal yang sama,” kata Fithra.

Dengan kondisi tersebut, peluang Indonesia untuk bisa menggarap peluang imbas perang dagang akan cukup sulit karena terlalu banyak saingan.

Peluang yang minim itu juga disebut Fithra lantaran Indonesia belum memiliki basis produksi yang cukup terbangun. Dibandingkan dengan Filipina saja, Indonesia disebut telah kalah jauh karena barang permesinan mereka telah berhasil masuk ke pasar "Negeri Paman Sam."

“Maka secara komparatif, kita sudah tertinggal. Bahkan secara konteks global value chain atau jaringan produksi global, kita sudah tertinggal dari negara-negara tersebut,” imbuhnya.

Oleh karena itu, Fithra menyebut Indonesia masih akan sulit memanfaatkan peluang tersebut dalam jangka pendek. Peluang imbas perang dagang kemungkinan baru bisa diharapkan dalam jangka menengah atau panjang, seiring dengan upaya pemerintah terus fokus membangun industri.

“Apa yang bisa dilakukan di jangka pendek ini adalah melakukan secara konsisten deregulasi dan debirokratisasi. Karena investor kalau mau masuk ya mereka lihat bagaimana regulasi dan birokrasinya berperan. Entah membantu atau menghambat mereka,” kata Fithra.

Baca juga: Minim sentimen positif, IHSG pekan ini diprediksi cenderung melemah

Baca juga: BI: Optimisme konsumen pada Juni 2019 tetap terjaga

 

 

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019