Harga "emas cokelat" julukan komoditas cengkih yang menjadi unggulan Sulawesi Utara pada Senin (8/7), masih bertahan di angka Rp76.000 ribu per kilogram di Manado.Karena, biaya buruh petik saat ini sangat mahal hingga Rp5.000 per liter, biaya pengeringan, dan belum lagi biaya pembersihan lokasi kebun
"Harga cengkih ini sudah bertahan sejak awal Juli 2019 ini," kata Ruddy Sumual, petani cengkih asal Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, Senin.
Dia mengatakan harga ini diharapkan masih akan meningkat lagi, karena jika hitung-hitungan pengeluaran petani masih belum mengalami keuntungan.
"Karena, biaya buruh petik saat ini sangat mahal hingga Rp5.000 per liter, biaya pengeringan, dan belum lagi biaya pembersihan lokasi kebun," jelasnya. Sehingga ia berharap harga cengkih akan berada di angka Rp100.000 per kilogram.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulut Jenny Karouw mengatakan pemerintah Provinsi Sulawesi Utara terus berupaya menjaga harga cengkih di saat panen raya kali ini, agar menguntungkan petani di daerah tersebut.
"Harus diakui di saat panen raya pasti produksi akan meningkat, sehingga harga ikut turun, karena cengkih merupakan barang bebas yang mengikuti pasar dunia," kata Jenny.
Namun, kata Jenny, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara tidak tinggal diam, dalam hal ini Gubernur Olly Dondokambey terus mencari cara agar harga cengkih di provinsi tersebut tidak anjlok saat produksi melimpah.
"Pemerintah terus mencari terobosan sehingga harga cengkih Sulut dijual dengan harga yang wajar dan menguntungkan petani," jelasnya.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, katanya, menjalin kerja sama dengan PT Djarum Kudus akan siap membeli cengkih dengan kadar air 13 persen seharga Rp85.000 per kilogram.
Pewarta: Jerusalem Mendalora
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019