Antasena, tokoh pewayangan yang terdapat dalam naskah Mahabharata yang diambil sebagai nama mobil ciptaan mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), berlaga hingga ke Sirkuit Mercedez Benz Weybridge (MBW), Surrey, London dan bersaing dengan 140 tim dari 28 negara dalam ajang mobil balap bergengsi "Shell Eco-Marathon" (SEM) pada 29 Juni hingga 5 Juli.
Mahasiswa Indonesia tergabung dalam ITS Tim 5 dikenal dengan tim Antasena, dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember bertarung di ajang "Drivers’ World Championship (DWC) Shell Eco-Marathon" dalam kategori "Urban Concept – Hydrogen".
Tim Antasena melaju ke SIrkuit MBW setelah lulus pemeriksaan teknis yang terdiri atas pengecekan desain mobil, time to exit yakni waktu maksimum 10 detik bagi pengemudi keluar dari mobil dalam keadaan darurat, penimbangan berat kendaraan dan pengemudi, serta pengecekan dokumen bahan bakar sel hidrogen dan sistem baterai.
Sebelumnya, tim Antasena telah berlaga di Shell Eco-Marathon Malaysia dan meraih peringkat runner-up kategori Urban Concept – Hydrogen yang mengantarkan mereka dan dua tim lainnya dari Asia berlomba di Sirkuit MBW Inggris.
Baca juga: Shell Eco-marathon Asia kembali digelar di Malaysia
DI London, ITS Tim 5 meraih capaian baru dalam kompetisi adu cepat kendaraan ultra-efisien serta penghargaan "Off-track Hydrogen Newcomer Award" dengan capaian jarak tempuh sejauh 90 km/m3, jauh melampaui hasil yang diraih juara tahun lalu untuk kategori yang sama pada 46 km/m3.
Pendamping ITS Tim 5, Agung Purniawan, Minggu, mengatakan hasil terbaik yang bisa diraih mobil Antasena adalah 91 km/m3 (hampir sama dengan capaian di SEM Asia 90 km/m3), lebih lambat dari raihan tim lain pemenang SEM Asia yang juga di kelas hidrogen, yaitu Nanyang Technological University (NTU) dengan 109 km/m3.
Agung mengakui saat ini tim Eropa masih terlalu digdaya untuk tim Asia di kelas Urban Concept Hydrogen, dengan capaian waktu di atas 200 km/m3 dan kecepatan tertinggi diraih Techological University Twentee, Belanda, dengan 242 km/m3.
Manajer tim ITS Tim 5 Galib Abyan mengatakan pengalaman dan ilmu yang didapat selama proses perjalanan menuju Inggris akan menjadi bekal untuk mempersiapkan yang terbaik dalam menghadapi kompetisi selanjutnya.
Meskipun gagal di kelas konsep mobil hidrogen, pengemudi mobil Antasena, Yoga Mugiyo Pratama, mahasiswa Departemen Teknik Material ITS tetap mampu lolos ke grand final DWC. Yoga berharap Tim 5 ITS akan dapat meningkatkan efisiensi mobil Antasena setelah belajar dari beberapa tim terbaik Eropa.
Sementara bagi pengemudi kedua, Akhlish, undangan ke Inggris untuk berlomba di ajang SEM merupakan pengalaman yang sangat berkesan karena suasana serta budaya kompetisi yang cukup berbeda dari Asia.
Keberhasilan Antasena sebagai wakil Indonesia di ajang bergengsi ini diraih dengan kerja keras dari 25 mahasiswa ITS anggota tim teknis dan non-teknis dari jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Teknik Mesin, Teknik Kimia, Teknik Infrastruktur Sipil, Teknik Mesin Industri, dan Manajemen Bisnis.
keikutsertaan mahasiswa ITS pada ajang SEM 2019 di Sirkuit MBW London yang digelar untuk mendorong penggunaan sumber energi baru menjadi salah satu bukti bahwa pemuda Indonesia dapat menjadi penggerak bangkitnya inovasi kreatif dalam menjawab tantangan energi masa depan dunia.
Baca juga: Eco-Marathon, inspirasi Shell untuk calon insinyur masa depan
Manajer Umum "Make The Future Live & Shell Eco-Marathon" Norman Koch kepada Antara London, Minggu, mengatakan partisipasi mahasiswa dari berbagai negara membuktikan banyak akademi yang telah melakukan penelitian untuk menemukan solusi sumber energi yang rendah emisi dan efisien.
Peserta SEM, baik di kategori prototipe maupun urban concept, telah menggunakan sumber bahan bakar yang bervariasi sehingga performa dari masing-masing sumber energi tersebut dapat dinilai.
Pentingnya inovasi bagi sumber energi baru juga disampaikan Wakil Presiden Global Retail Shell Isvan Kapitany, karena moda transportasi saat ini menggunakan lebih dari seperempat energi dunia dan menyumbang seperlima dari emisi CO2 global.
Isvan mengatakan satu miliar mobil dikendarai di jalan hari ini dan diperkirakan akan berlipat ganda pada 2040, karena itu manusia perlu segera mempertimbangkan semua alternatif energi, seperti baterai listrik, bahan bakar minyak, hidrogen, dan gas.
“Penting untuk bisa mempunyai semua opsi bahan bakar dengan tujuan memenuhi permintaan energi di seluruh dunia sekaligus mengurangi emisi untuk mengatasi perubahan iklim dan polusi udara," ujarnya.
Dalam pertemuan antarpemerintah tentang perubahan iklim "the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)," disebutkan perlunya transisi yang lebih cepat ke masa depan rendah karbon.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan menurunkan emisi CO2 secara signifikan hingga 2020, untuk itu dibutuhkan serangkaian solusi untuk memenuhi kebutuhan energi di masa depan.
Mengingat dampaknya yang signifikan, sektor transportasi harus mampu menghadapi tantangan ini, oleh karena itu Shell senantiasa mengajak banyak pihak untuk bekerja sama dan berkolaborasi dalam menyediakan solusi energi alternatif di masa depan, salah satunya melalui program "Make the Future Live" dengan menyelenggarakan SEM, baik di Asia maupun Eropa.
Baca juga: Malim Diwa Urban Wakili Unsyiah di Shell Eco-Marathon Asia
Baca juga: Tim Mekatronik UMM optimistis taklukkan Sirkuit Sepang
Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Azizah Fitriyanti
Copyright © ANTARA 2019