Hasil demplot tanaman padi Sekolah Lapang Iklim (SLI) tahap 3 yang diselenggarakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika di Dusun Paladan, Desa Tegalsari, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, naik 9,7 persen per hektare dari rata-rata produktivitas di daerah tersebut.Beberapa kegiatan SLI tahap 3 secara nasional menunjukkan peningkatan produktivitas pertanian hingga 30 persen dibanding rata-ratanya, yang menunjukkan adanya manfaat pada kegiatan SLI pada aktivitas kelompok tani.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Temanggung, Selasa, mengatakan bahwa berdasarkan ubinan yang dilakukan BPS, diperoleh hasil terendah 6,2 ton per hektare dan tertinggi sebesar 7,8 ton per hektare dengan rata-rata produktivitas 6,8 ton per hektare.
"Hasil tersebut menunjukkan lebih tinggi dibanding rata-rata kabupaten sebesar 6,2 ton per hektare atau naik 9,7 persen dan rata-rata produksi kecamatan sebesar 6,1 ton per hektare atau naik 11,5 persen," katanya.
Ia menyampaikan hal tersebut pada penutupan SLI tahap 3 di Dusun Paladan, Desa Tegalsari, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung.
Menurut dia, beberapa kegiatan SLI tahap 3 secara nasional menunjukkan peningkatan produktivitas pertanian hingga 30 persen dibanding rata-ratanya, yang menunjukkan adanya manfaat pada kegiatan SLI pada aktivitas kelompok tani.
Ia mengatakan SLI menjadi salah satu prioritas program nasional, yakni memberdayakan petani untuk melek iklim sehingga bisa memahami iklim untuk 3-6 bulan ke depan, dengan begitu dapat merancang atau memutuskan tanaman dan benih yang ditanan atau justru menundanya.
"Diketahuinya iklim, petani bisa memutuskan untuk menunda, mempercepat atau memodifikasi jenis bibit yang ditanam," katanya.
Baca juga: BMKG: Banyak negara mengadopsi program sekolah lapang iklim
Kepala BMKG Semarang Tuban Wiyoso mengatakan pada SLI tahap 3 ini diikuti kelompok petani unggulan di Kecamatan Kedu sejumlah 25 orang bertempat di Dusun Paladan, Desa Tegalsari, Kecamatan Kedu dengan 2 varietas padi yakni situ bagendit dan ciliwung.
Ia menuturkan dalam proses budidaya terdapat beberapa hama penyakit, yakni belalang, walang sangit, blast, jamur, ulat daun, penggerek batang, wereng hijau, tikus, dan burung emprit.
Ia menyampaikan hama penyakit hampir semua bisa teratasi, beberapa hama menggunakan perlakuan khusus dalam pengendalian, seperti hama tikus yang dipasangi trap barrier system berupa mulsa plastik yang dilengkapi perangkap.
"Hama burung emptit dengan jaring, kerusakan terbesar diakibatkan hama burung yang menyebabkan kerusakkan kehilangan bulir hampir 10 persen," katanya.
Ia mengatakan manfaat yang diharapkan dari SLI, antara lain peserta dapat memahami dan menyosialisasikan informasi iklim pada petani dalam bahasa yang mudah sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik.
Baca juga: Pemerintah Indonesia dukung Colombo Plan lewat sekolah lapang iklim
Pewarta: Heru Suyitno
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019