"Rezim yang terbaik tentu saja adalah pelarangan iklan rokok secara total," kata Tubagus dalam jumpa pers yang diadakan di Jakarta, Rabu.
Meskipun Indonesia menganut rezim pengendalian, tetapi Tubagus menilai masih banyak pelanggaran karena faktanya iklan rokok di internet sama sekali tidak dikendalikan.
Produk rokok bisa bebas diiklankan di internet secara bebas tanpa ada batasan waktu dan bisa diakses siapa pun, termasuk anak-anak, tanpa ada pengendalian sama sekali.
Tubagus mengatakan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan sebenarnya sudah mengatur iklan rokok di internet.
Menurut Pasal 27 Peraturan tersebut, iklan di media teknologi informasi harus memenuhi ketentuan situs merek dagang produk tembakau yang menerapkan verifikasi umur untuk membatasi akses hanya kepada orang berusia 18 tahun ke atas.
"Kalau memang belum bisa diblokir karena rezimnya pengendalian, paling tidak jalankan saja sesuai rezim yang berlaku, yaitu pengendalian melalui verifikasi umur," tuturnya.
Tubagus mengatakan pada 2014 sebuah portal berita daring sudah menerapkan verifikasi umur untuk iklan rokok. Namun, hal itu sudah tidak lagi dilakukan karena tidak ada pengawasan sama sekali.
"Kalau dulu bisa, mengapa sekarang tidak bisa?" tanyanya.
Yayasan Lentera Anak, Komite Nasional Pengendalian Tembakau, dan FAKTA mengadakan jumpa pers "#BlokirIklanRokok Bukan Perlu Tapi Harus".
Selain Tubagus, narasumber dalam jumpa pers itu adalah Koordinator Advokasi Yayasan Lentera Anak Nahla Jovial Nisa, pegiat Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) Nina Muthmainah Armando, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikmawaty, dan Koordinator Program ICT Watch Indriyatno Banyumurti.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019