Untuk itu, Pemerintah telah merancang Peta Panduan (Roadmap) Pengembangan Industri Rumput Laut Nasional Tahun 2018-2021 yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2019.
“Rumput laut menjadi salah satu perhatian dan prioritas kita terutama untuk mengembangkan wilayah pesisir. Jadi kita butuh panduan untuk seluruh pemangku kepentingan terkait,” kata Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan itu dalam acara Seminar Nasional bertajuk “Sinergisitas Implementasi Kebijakan Pengembangan Industri Rumput Laut Nasional”, Rabu (10/7), di Jakarta.
Dengan luas wilayah laut yang hampir dua pertiga dari wilayah keseluruhan, Indonesia perlu memfokuskan pengelolaan potensi perairannya untuk mendukung ketahanan pangan nasional dan kontribusi terhadap pasar dunia.
Rumput laut sebagai salah satu komoditas strategis perikanan memiliki 782 jenis yang tumbuh di perairan laut Indonesia.
Bahkan di beberapa daerah, ada 38 jenis alga yang sudah biasa dimanfaatkan sebagai bahan pangan segar dan olahan, obat tradisional, serta kosmetik tradisional seperti bedak dan lotion penyegar.
Selain itu, ada lima kelompok jenis rumput laut komersial (Saccharina Japonica, Undaria, Porphyra, Eucheuma, dan Gracilaria) yang menyumbang sekitar 98 persen dari produksi budidaya rumput laut dunia.
Dari lima kelompok jenis tersebut, jenis Eucheuma dan Gracilaria hidup di perairan tropis dan telah dikembangkan melalui budidaya komersial di Indonesia.
Pengembangan industri rumput laut juga menghasilkan sekitar 500 jenis produk turunan yang dapat dikelompokan menjadi Pangan, Pakan, Pupuk, Produk Farmasi, dan Produk Kosmetik (5P).
“Ini tentu akan meningkatkan nilai tambah yang diterima oleh pelaku usaha rumput laut baik industri maupun masyarakat,” terang Musdhalifah.
Data menyebutkan sekitar 32 persen dari total penduduk miskin Indonesia berada di pesisir.
Maka, budidaya rumput laut diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, pinggiran, dan perbatasan.
Apalagi, budidaya rumput laut tergolong usaha potensial yang sebagian besar dilakukan oleh masyarakat karena teknologinya sederhana, masa produksi relatif singkat (45 hari), dan memiliki pangsa pasar cukup besar.
Dia berharap, peta panduan ini bisa menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga, pemerintah daerah, asosiasi, serta akademisi dalam mengembangkan industri rumput laut nasional.
“Saya berharap kita semua bisa bersinergi dalam mengembangkan industri rumput laut nasional melalui rencana aksi yang telah disusun. Kita sudah punya target, tinggal komitmen dan konsistensi kita untuk tidak menjadikan peta panduan ini sekedar dokumen,” katanya.
Baca juga: NTT perkuat sentra produksi rumput laut untuk ekspor berkelanjutan
Baca juga: Hilirisasi rumput laut pacu produksi dan ekspor
Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019