Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menilai lembaganya telah memilih jalan tengah melalui amandemen terbatas UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan pilihan moderat dan realistis.Jalan tengah melalui amandemen terbatas UUD NRI 1945 adalah pilihan moderat dan realistis, karena kalau pendekatannya kembali ke UUD 1945 jalan konstitusionalnya tidak tersedia kecuali melalui langkah Dekrit Presiden
"Jalan tengah melalui amandemen terbatas UUD NRI 1945 adalah pilihan moderat dan realistis, karena kalau pendekatannya kembali ke UUD 1945 jalan konstitusionalnya tidak tersedia kecuali melalui langkah Dekrit Presiden," kata Basarah dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.
Hal itu dikatakannya dalam acara "focus group discussion" (FGD) dalam rangka 60 Tahun Peringatan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang diselenggarakan Forum Musyawarah Kebangsaan Gerakan Pemantapan Pancasila di Jakarta, Rabu (10/9).
Dia menjelaskan, saat ini ada tiga kelompok dalam masyarakat yang menyikapi eksistensi UUD hasil amandemen tahun 1999-2002 atau disebut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pertama menurut dia, kelompok masyarakat yang mengatakan bahwa UUD NRI 1945 sudah kebablasan sehingga tidak lagi sesuai maksud para pendiri negara dan karenanya harus kembali ke UUD 1945 yang asli.
"Kedua, kelompok masyarakat yang mengatakan UUD hasil amandemen sudah cukup baik dan tidak perlu dilakukan perubahan kembali," ujarnya.
Menurut dia, ketiga, kelompok masyarakat yang menyimpulkan bahwa UUD NRI 1945 sudah cukup baik tetapi masih diperlukan sedikit perubahan untuk mengikuti dinamika perubahan masyarakat.
Dia mengatakan dari ketiga pendapat masyarakat tersebut, MPR telah bersepakat untuk mengambil jalan tengah yaitu melakukan amandemen terbatas dengan mengubah pasal 2 dan 3 UUD NRI 1945 tentang lembaga MPR.
"Salah satu tujuannya adalah memberikan kembali wewenang MPR untuk menyusun dan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)," ujarnya.
Menurut dia, jalan tengah melalui amandemen terbatas UUD NRI 1945 adalah pilihan moderat dan realistis, karena kalau pendekatannya kembali ke UUD 1945 jalan konstitusionalnya tidak tersedia kecuali melalui langkah Dekrit Presiden.
Namun menurut dia, syarat-syarat dilakukannya Dekrit Presiden untuk situasi dan kondisi ketata-negaraan saat ini tidak terpenuhi seperti contoh, negara dalam keadaan darurat dan lembaga-lembaga negara dalam keadaan tidak berfungsi.
Basarah mengatakan MPR Periode 2014-2019 sudah membentuk Panitia Adhoc (PAH) yang khusus membahas tentang GBHN dan akan menjadi rekomendasi untuk MPR periode 2019-2024.
Dalam FGD tersebut, Wakil Presiden RI ke 6, Try Sutrisno mengingatkan agar MPR bersungguh-sungguh untuk memperbaiki nasib dan masa depan bangsa melalui kaji ulang eksistensi UUD NRI 1945 yang memang perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam.
Dia juga mendukung rencana MPR untuk mengembalikan wewenang MPR untuk menghadirkan kembali GBHN.
"Kembalikan UUD kita sesuai cita-cita kemerdekaan dan maksud para pembentuk negara kita tahun 1945 dulu," katanya.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019