• Beranda
  • Berita
  • KEIN: Struktur pelaku usaha tidak seimbang, picu stagnasi pertumbuhan

KEIN: Struktur pelaku usaha tidak seimbang, picu stagnasi pertumbuhan

12 Juli 2019 17:25 WIB
KEIN: Struktur pelaku usaha tidak seimbang, picu stagnasi pertumbuhan
Wakil Ketua Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta (ANTARA/Agus Apriyanto)

Penyebabnya masalah struktural, terutama karena struktur pelaku ekonomi yang tidak berimbang

Wakil Ketua Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan pertumbuhan ekonomi yang stagnan di level lima persen dalam beberapa tahun terakhir bukan hanya berasal dari faktor eksternal saja, tapi banyak indikator nasional yang harus dibenahi.

"Penyebabnya masalah struktural, terutama karena struktur pelaku ekonomi yang tidak berimbang," ujar Arief dalam diskusi bertajuk "Usaha Mikro, Kecil dan Menengah: Potensi yang Terabaikan," di  Jakarta, Jumat.

Beberapa permasalahan yang menyebabkan stagnasi angka pertumbuhan ekonomi seperti  defisit transaksi berjalan (current account defisit) yang terus melebar, neraca pembayaran yang masih defisit, ketimpangan pendapatan, dan lapangan kerja yang terbatas.

Ia menyoroti potensi peningkatan ekonomi dari sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang belum dimaksimalkan. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Megawati Institute, UMKM menyumbang 99,99 persen pelaku usaha, 97 persen serapan tenaga kerja, dan menyumbang PDB sebesar 60 persen. Sedangkan perusahaan besar hanya berkisar 0,01 persen dengan serapan tenaga kerja tiga persen, dan distribusi terhadap PDB 40 persen.

"Tapi UMKM hanya mendapatkan 20 persen distribusi pembiayaan perbankan, sementara usaha besar bisa mencapai 80 persen. Padahal kalau dilihat dari sisi kontribusi PDB tinggi," kata Arif Budimanta.

Belum maksimalnya UMKM dapat terlihat dalam rantai nilai produksi baik tingkat nasional maupun global, dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand.

Hanya 6,3 persen UKM yang ada di Indonesia mampu terlibat dalam rantai perdagangan di wilayah Asia Tenggara. Sementara dalam kontribusi terhadap ekspor nasional hanya berperan 15,8 persen atau jauh tertinggal dari Malaysia dan Thailand yang mencatatkan angka kontribusi terhadap ekspor sebesar 29,5 persen.

"Hal ini menggambarkan bahwa selama ini UMKM hanya dianggap sebagai eksternalitas, bukan sebagai pelaku strategis dalam perekonomian nasional," kata Arif Budimanta.

Menurut dia, dari simulasi yang dilakukan Megawati Institute, apabila 10 persen dari total UKM yang ada mengalami kelas, seperti usaha mikro jadi usaha kecil atau menengah, dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional tujuh persen, bahkan berpeluang hingga 9,3 persen.

"Kami berpandangan bahwa pemerintah sepatutnya menjadikan sektor usaha tersebut jadi tulang punggung perekonomian nasional dengan berbagai terobosan yang tepat," ujar Arif Budimanta.

Baca juga: IGJ: Jangan jadi slogan semata pemanfaatan dari perang dagang

Baca juga: IHSG akhir pekan melemah, dipicu aksi ambil untung investor lokal

Baca juga: Rupiah terapresiasi, dekati Rp14.000 seiring terpilihnya Destry


 

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019