"Keberadaan berbagai kegiatan yang pada saat ini telah ada maupun berbagai kegiatan yang akan dilakukan untuk 20 tahun ke depan di Kawasan Selat Sunda apabila tidak diselaraskan dan diserasikan, maka akan dapat memicu munculnya persoalan pemanfaatan ruang laut yang kompleks dan dinamis," kata Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP, Suharyanto dalam rilisnya yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Menurut Suharyanto, akibat dari persoalan pemanfaatan ruang laut antara lain bertambahnya kerusakan ekosistem dan lingkungan laut, terhambatnya kelancaran pelayaran pada jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia Selat Sunda, terganggunya kelancaran kegiatan kepelabuhanan, terganggunya ruang laut untuk keberlanjutan daerah tangkapan ikan, serta terganggunya ruang laut untuk keperluan obyek-obyek vital nasional.
Dalam upaya mengurangi dan mengurai persoalan-persoalan tersebut, maka kehadiran pemerintah sebagai regulator wajib hukumnya menurut UU32/2014 tentang Kelautan untuk melakukan perencanaan pengelolaan ruang laut, dalam hal ini berupa Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Selat Sunda.
Acara konsultasi publik diadakan pada 11 Juli 2019 di Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. Acara ini diikuti tidak kurang dari 100 peserta yang berasal dari berbagai Institusi, Kementerian/Lembaga Pusat dan daerah provinsi Banten dan Lampung, perguruan tinggi, pelaku usaha, lembaga swadaya masyarakat, serta kelompok masyarakat.
"Pembahasan dan Konsultasi semacam ini akan terus kita lakukan untuk memperoleh kesepakatan alokasi dan pengaturan pemanfaatan ruang. Target kita adalah dokumen Final dan Rancangan Perpres selesai pada Bulan September 2019 ini, selanjutnya proses penetapan diharapkan selesai tahun depan," katanya.
Ia mengingatkan bahwa ancaman yang timbul di sekitar Selat Sunda dapat berupa ancaman militer maupun ancaman tradisional seperti pencemaran, kerusakan lingkungan, pemancingan ilegal (illegal fishing), penyelundupan, pencurian sumber daya alam, dan perampokan terhadap kapal yang melintas.
Di samping itu, lanjutnya, Kawasan Selat Sunda memiliki potensi bencana alam seperti gempa bumi, letusan Gunung Anak Krakatau dan tsunami.
Sebelumnya, KKP memastikan bakal terus mendampingi berbagai pemda agar dapat menuntaskan Peraturan Daerah terkait Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) yang sudah diselesaikan 21 provinsi.
"Sisanya sebanyak 13 provinsi, Insya Allah akan kami selesaikan dalam pendampingannya bersama dengan kementerian terkait dan KPK pada tahun ini dan paling lambat awal tahun depan," kata Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi.
Ke-21 provinsi yang sudah mempunyai Perda RZWP3K itu, adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, NTB, NTT, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Maluku Utara.
Ia mengingatkan bahwa dalam sektor pengelolaan ruang laut, PP No.32/2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut telah ditetapkan oleh pemerintah. Peraturan pemerintah tersebut mengatur pengelolaan seluruh kegiatan strategis nasional, termasuk 30 juta hektare kawasan konservasi.
Hal tersebut, lanjutnya, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjaga keberlanjutan kelautan dan perikanan di Indonesia.
Baca juga: KKP susun zonasi kawasan strategis di Raja Ampat
Baca juga: Menpar tegaskan kawasan Selat Sunda aman dikunjungi wisatawan
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019