Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Yeni Saptia menilai besaran bunga kredit usaha rakyat (KUR) yang cukup rendah, telah mempersempit penyaluran kredit oleh koperasi.Ketika KUR suku bunganya ditekan jadi tujuh persen, koperasi semakin susah menyalurkan kredit karena bunga mereka paling kecil 11-13 persen
"Ketika KUR suku bunganya ditekan jadi tujuh persen, koperasi semakin susah menyalurkan kredit karena bunga mereka paling kecil 11-13 persen," ujarnya di Jakarta, Sabtu
Bunga koperasi itu dikarenakan cost of fund yang tinggi.
Namun, lanjutnya, pemerintah memang telah memberi solusi melalui kemitraan dengan lembaga yang telah profesional dalam bidang penyaluran kredit program, salah satunya PT Bahana Artha Ventura (BAV).
"Pemerintah ikut andil dengan memberikan kredit UMI (ultra mikro) untuk UMKM disalurkan melalui lembaga koperasi yang bermitra dengan BAV," ujar Yeni.
Namun, tidak semua koperasi memiliki kapabilitas untuk memenuhi persyaratan yang diajukan BAV, sehingga tidak bisa lolos seleksi.
"Kredit UMI itu menjadi peluang untuk koperasi. Tapi belum banyak (koperasi) yang ikut serta," ujar Yeni.
Untuk itu, Yeni menyarankan pemerintah membuat semacam segmentasi untuk penyaluran kredit di Indonesia sehingga koperasi bisa menyaingi perbankan dalam penyaluran kredit.
"Misalnya perbankan ditujukan untuk plafon kredit maksimal Rp500 juta, kalau koperasi maksimal Rp50 juta. Tapi sekarang masih belum," ujar Yeni.
Baca juga: Tarik minat milenial, LIPI sarankan koperasi libatkan komunitas
Baca juga: Peneliti LIPI: Ketiadaan jaminan LPS, buat koperasi sulit berkembang
Baca juga: Aplikasi coopRASI tawarkan kemudahan transformasi koperasi era digital
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019