"Oposisi yang dengan pendekatan baru, pendekatan baru ini berupa posisi yang memberikan kritik yang berkualitas, beretika, dan bermartabat. Kekuatan oposisi tetap harus dipertahankan," kata Agus Sudibyo di Jakarta, Senin.
Baca juga: PAN harapkan Gerindra-PKS tetap jadi oposisi
Oposisi pun juga menjadi syarat negara yang berdemokrasi. Tanpa kekuatan itu pemerintahan akan pincang karena minus proses cek dan balans.
Agar ada oposisi di pemerintahan, Indonesia pun tidak memerlukan adanya rekonsiliasi di antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto setelah Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI 2019.
Selain kata-kata tersebut, menurut dia, tidak tepat penggunaannya, rekonsiliasi artinya juga menjadi peniadaan terhadap kaum oposisi.
"Kalau saya sendiri pertemuan kemarin itu tidak pas disebut rekonsiliasi karena sebenarnya tidak ada konflik di antara mereka. Kalau memakai kata rekonsiliasi, artinya tidak membutuhkan kekuatan oposisi," ucapnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komaruddin yang menyebutkan bahwa Indonesia membutuhkan keberadaan pihak oposisi.
"Kalau ingin membangun bangsa yang sehat, demokrasi yang sehat, ya, perlu oposisi yang kuat dan konstruktif," ujar Ujang Komaruddin.
Baca juga: Sandiaga: saya merasa terhormat jika diberi kesempatan jadi oposisi
Menurut dia, rekonsiliasi dikhawatirkan hanya akan mengarah pada mekanik power sharing atau bagi-bagi kekuasaan.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019