"Salah satu kesimpulan raker ini adalah agar pengembangan PLTN masuk dalam perencanaan kelistrikan nasional ke depannya," kata Ketua Komisi VII Gus Irawan Pasaribu di komplek gedung DPR, Jakarta, Senin.
Permasalahan tersebut muncul saat Rapat Kerja (raker) Komisi VII dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di DPR. Salah satu legislator, Kurtubi meminta pemerintah setidaknya memasukan pembangunan PLTN ke dalam RUPTL.
"PLTN ini lama lho, kalau tidak dimulai dari sekarang, akan lama sekali selesainya, karena kalau pun dimulai rencana sekarang, belum tentu lima tahun ke depan sudah bisa mulai membangun," kata Kurtubi.
Kurtubi mendorong pengembangan PLTN agar bisa mengurangi pemakaian batu bara sebagai sumber energi yang memiliki tingkat emisi gas buang tergolong tinggi.
Sebab saat ini, tenaga ahli dan teknologi yang berkembang untuk mengolah nuklir sudah cukup mumpuni.
Menanggapi hal tersebut, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan pemerintah sudah mulai mengembangkan kajian nuklir sudah lama.
Hanya saja, secara prinsip keekonomian harga yang ditawarkan belum memenuhi persyaratan. "Pernah Rosatom itu menawarkan kerja sama PLTN dengan harga listriknya adalah 12 sen per kwh, nah menurut hitungan kami itu tidak masuk," kata Jonan.
Menurut Jonan untuk bisa dikembangkan di Indonesia paling tidak harga listriknya adalah 7 sen per kwh agar bisa masuk dalam formula keekonomian.
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019