Es goyang, salah satu jajanan era 90-an yang banyak ditemukan di jalan-jalan Jakarta dan sekolahan masih bertahan di tengah maraknya es krim kekinian.
"Alhamdulillah, sejak 1970-an saya berdagang es goyang meneruskan usaha orang tua saya," ujar penjual es goyang, Herman ketika ditemui di sekitar Stasiun Cikini, Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan tetap bertahan menjual es goyang meski harus bersaing dengan es krim yang lebih memiliki varian rasa.
Baca juga: Ahok borong es goyang sambil blusukan
"Es goyang ini juga ada variasi rasa, seperti alpukat, durian, nangka, dan cokelat," ujarnya.
Ia menambahkan pembeli juga dapat memilih untuk ditambahkan topping seperti susu cokelat dan kacang tanah.
Pria yang kini berusia 53 tahun ini sehari-harinya mulai berdagang dari pukul 09.00-17.00 WIB. Namun, jika ada suatu agenda yang mendorong masyarakat berkumpul, dirinya bisa pulang lebih cepat.
"Kalau acara Car Free Day lumayan banyak pembeli, siang juga sudah bisa pulang," ucapnya.
Jajanan yang selalu dibuat dadakan berbahan dasar santan kelapa, gula pasir, perasa makanan, dan tepung Hunkue itu dijual seharga Rp3.000 per potong. Dalam sehari, Herman dapat menjual sekitar 150 potong hingga 200 potong.
Meski usia sudah tak lagi muda, ia masih terbiasa berbelanja hingga mengolah bahan-bahan untuk membuat es goyang dengan tangannya sendiri.
"Alhamdulillah, cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk modal membeli bahan baku es goyang," kata bapak tiga anak itu.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019