"Saya akan sangat menyayangkan kalau itu didesak atau tergesa-gesa harus sudah diundangkan. Karena kebetulan saya anggota Panja RUU Pertanahan, juga anggota tim sinkronisasi , tim harmonisasi dan tim Perumus," kata Hendri dalam diskusi bertajuk "RUU Pertanahan: Menyejahterakan atau Sengsarakan Rakyat?", di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan, dalam beberapa kali konsinyering dengan Kementerian ATR/BPN, Daftar Inventarisir Masalah (DIM) yang diajukan hampir 1.000 poin.
Hendri mengatakan ada beberapa persoalan yang harus diselesaikan misalnya terkait Hak Pengelolaan (HPL) seperti di kawasan sekitar Senayan, misalnya Hotel Century, Hotel Mulia, Senayan City, dan Plaza Senayan yang HPL atas nama badan pengelola GBK.
"Kami rapat dengan Kementerian Sekretariat Negara karena GBK dan Kemayoran berada di bawah Setneg, pertanyaan sederhana adalah sampai kapan kontrak dengan PT yang mengelola hotel tersebut dan berapa nilainya," ujarnya.
Hendri mengatakan dalam RUU tentang Pertanahan, dirinya masih melihat bahwa ada usulan justru HPL itu bisa dijadikan hak atas tanggungan. "Ini sangat berbahaya," katanya.
Dia meminta HPL dengan alasan apapun tidak boleh di bebani dengan hak atas tanggungan dan arah kebijakan yang diinginkan DPR adalah keberpihakan kepada rakyat.
"Memang banyak sekali instansi yang harus dilibatkan, tidak cukup hanya kementerian ATR/BPN saja. Seperti tadi saya dengar, Kementerian Pertanian, Kementerian PU kaitannya dengan jalan dan infrastruktur," katanya.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi menilai RUU Pertanahan menyangkut seluruh "stakeholder" dan seluruh kementrian yang terlibat soal tanah misalnya Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), PUPR, ESDM.
Dia juga meminta jangan sampai RUU Pertanahan itu menimbulkan kecurigaan dari publik misalnya dari asosiasi pengusaha kayu.
Dia menilai seluruh undang-undang yang terkait dengan pertanahan sangat banyak namun masalahnya saat ini ada 500 lebih peraturan perundang-undangan yang tumpang-tindih.
Selain itu menurut dia ada 285 lebih masalah yang berkaitan dengan konflik, yang melibatkan 7,5 juta ha lahan konflik antara negara dengan rakyat, antara negara dengan swasta, antara swasta dengan rakyat.
"Jadi menurut saya, kita tidak perlu memaksakan RUU Pertanahan ini akan selesai dalam priode ini, karena bayangkan, di dalam pemerintah sendiripun terjadi konflik antara menteri ATR/BPN dengan menteri ESDM ditambah menteri LHK, menteri KKP," katanya.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019