• Beranda
  • Berita
  • IHSG diprediksi kian lunglai, sentimen positif global minim

IHSG diprediksi kian lunglai, sentimen positif global minim

17 Juli 2019 10:11 WIB
IHSG diprediksi kian lunglai, sentimen positif global minim
Illustrasi: Karyawan melintas di dekat layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Pertimbangan dari sentimen tersebut terbilang sangat terbatas dalam hal katalis positif bagi pasar...

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi kian melemah pada perdagangan Rabu menyusul "langit mendung" yang masih menyelimuti pasar saham di Amerika Serikat (AS) dan Asia serta terbatasnya katalis positif dari perekonomian domestik.

Kepala Riset Valbury Sekuritas Alfiansyah dalam risetnya di Jakarta, Rabu, mengatakan minimnya kabar baik dari perekonomian global yang bisa menggugah pelaku pasar, dan perkembangan di pasar saham AS yang pada Selasa (16/7) terkoreksi, serta melemahnya bursa-bursa di Asia akan mendorong koreksi kian dalam untuk IHSG hari ini.

Dari perekonomian global, kisruh di AS yang bermula dari retorika Presiden Donald Trump mengenai status anggota Kongres dan juga dinamika perkembangan kebijakan dari Komite Jasa Keuangan Parlemen AS terhadap mata uang kripto Libra yang diterbitkan Facebook, bisa membuat investor semakin menunggu atau wait and see.

Baca juga: Bitcoin jatuh ketika para senator AS periksa rencana kripto Facebook

"Pertimbangan dari sentimen tersebut terbilang sangat terbatas dalam hal katalis positif bagi pasar, serta faktor pasar global terutama pasar saham AS terkoreksi pada Selasa meski terbatas, serta perkiraan pasar Asia yang melemah pada hari ini akan mendorong IHSG berpotensi koreksi," kata Alfiansyah.

Adapun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia pada Rabu pukul 09.00 dibuka turun 0,10 persen atau 6,42 poin di level 6.395,46, melanjutkan pelemahan pada Selasa (16/7) yang terkoreksi tipis sebesar 0,25 persen ke level 6.401.

Dari perekonomian domestik, pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahwa kapasitas maksimal pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka pendek hanya berada di rentang 5,0-5,5 persen juga menjadi perhatian investor.

Untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang agresif yakni di atas enam persen per tahun. Sedangkan dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu hanya berada di di kisaran lima persen.

Selain itu, jika merujuk kalender Bank Indonesia (BI), pejabat bank sentral akan menggelar rapat kebijakan moneter pada 17-18 Juli 2019. Dengan demikian, BI baru akan mengumumkan kebijakan terbarunya terkait suku bunga acuan pada Kamis (18/7).

Sikap BI ditunggu-tunggu investor, setelah sinyalemen dari Federal Reserve (Fed) semakin kuat untuk memangkas suku bunga acuannya pada sisa tahun ini.

Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede memperkirakan BI  akan memangkas suku bunga acuan menjadi 5,75 persen dari enam persen karena sinyalemen kuat bahwa The Fed akan "dovish" (melunak), serta meredanya tekanan terhadap nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir.

"Hal itu karena ekspektasi posisi (stance) kebijakan moneter yang longgar dari bank sentral negara-negara maju, salah satunya The Fed yang diperkirakan akan mulai menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25-50 basis poin pada tahun ini sejalan dengan perlambatan ekonomi AS yang terindikasi dari proyeksi inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan awal," kata Josua.

Baca juga: Bursa China melemah, Indeks Komposit Shanghai turun 0,16 persen

Baca juga: Bursa Saham Tokyo melemah, tertekan kekhawatiran baru ekonomi global

 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019