Lahan seluas lima hektar yang ditempati gedung sekolah ini merupakan hibah dari warga yang berdomisili di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia.
Baco dan Abbas mewakili warga penghibah laha di Kanduangan Kecamatan Sei Menggaris, Rabu menyatakan, warga di wilayah itu rela menyerahkan lahan perkebunan kelapa sawitnya demi kelangsungan pendidikan lanjutan bagi anak-anaknya.
Keduanya mengaku, tidak mempermasalahkan perkebunan kelapa sawit yang telah berproduksi ini dibangun sekolah. "Kita masyarakat di sini ikhlas menyerahkan lahan perkebunan kelapa sawit untuk bangunan sekolah demi kepentingan bersama.
Abdullah Tangsi, selaku penggagas pembangunan gedung belajar sekolah ini mengutarakan, jarak sekolah dengan jalur trans Kalimantan di Desa Sekaduyan Taka ini diperkirakan sejauh tiga kilo meter.
Selain jangkauan yang jauh, dia akui, kondisi jalanan menuju ke sekolah itu sangat memprihatinkan sebab masih berupa tanah yang licin terutama saat musim hujan.
Lokasi yang sangat jauh tersebut tidak dipermasalahkan oleh warga setempat sebab sangat sulit mendapatkan lahan yang dekat dari jalan raya (aspal).
Abdullah menjelaskan, gedung sekolah yang dibangun menggunakan dana alokasi khusus (DAK) APBN 2018 ini untuk sekolah menengah pertama (SMP). Namun, saat ini masih berstatus filial dari SMPN Tabur Lestari Kecamatan Sei Menggaris Kabupaten Nunukan.
Hanya saja dia akan berusaha menjadi SMPN yang berdiri sendiri sehubungan dengan sulitnya anak-anak di Desa Sekaduyan Taka melanjutkan sekolah setelah lulus SD.
Ia menyebutkan, selama ini anak-anak lulusan SD terpaksa melanjutkan pendidikan di ibukota Kabupaten Nunukan dengan jarak yang sangat jauh dengan transportasi laut.
Begitu pula bagi anak-anak yang melanjutkan pendidikan di SMPN Tabur Lestari dengan terpaksa menyewa rumah tempat tinggal karena jangkauannya sangat jauh meskipun masih dalam wilayah satu kecamatan.
Keberadaan gedung sekolah dengan menggunakan lahan hibah masyarakat ini menjadi solusi bagi anak-anak di desa itu melanjutkan pendidikan.
Abdullah mengungkapkan, gedung belajar ini baru pertama digunakan pada tahun ajaran 2019-2020 karena sarana prasarana serta mebel yang belum tersedia.
Saat ini gedung sekolah itu baru memiliki meja dan kursi belajar serta papan tulis, sedangkan buku-buku pelajaran masih swadaya masyarakat.
Sedangkan fasilitas lainnya seperti lemari, kamar mandi, ruang guru dan WC belum ada.
Ia mengharapkan, pemerintah daerah segera menetapkan sekolah tersebut berdiri sendiri dan diberi bantuan sarana belajar.*
Baca juga: Mendikbud diminta perhatikan laboratorium dan tunjangan khusus guru di perbatasan
Baca juga: TNI ikut mengajar di SD perbatasan Papua
Pewarta: Rusman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019